PENALARAN BAHASA INDONESIA
PENALARAN BERBAHASA
A. Hakikat Penalaran
Oleh beberapa ahli pikir, manusia adalah ‘animal rationale’ makhluk yang berpikir. Dampaknya lahir tutur bahasa.
‘Animal rationale’ berasal dari bahasa Yunani ‘logon ekhoon’ dilengkapi dengan tutur kata dan akal budi. ‘Logos’ menunjukkan arti sesuatu perbuatan atau isyarat, inti sesuatu hal, cerita, kata, atau susunan. ‘Logos’ menunjukkan ke arah manusia yang menyatakan sesuatu mengenai dunia yang mengitarinya (arti, susunan alam raya).
Wilhelm von Humboldt “manusia baru menjadi manusia sepenuhnya karena bahasa”
‘Logos’ sesuatu komponen yang saling berkaitan; selain (sekarang, logi= ilmu), menyimak kenyataan, menginterpretasi dan menuturkan kenyataan lewat kata-kata.
Creighton (1973) dalam suatu artikel di Encyclopedia Americana penalaran adalah proses mental untuk memperoleh pengetahuan atau kebenaran baru berdasarkan sesuatu yang sudah diketahui (dalam Waluyo, 1991: 12-13). Pencapaiannya secara tak langsung, yaitu melalui mediasi (pemikiran dan asosiatif). Secara sederhana, penalaran merupakan proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.
Oleh Vinache (1974), pemikiran adalah organisasi dan reorganisasi pengalaman masa lampau yang diterapkan pada situasi sekarang (dalam Waluyo, 1991: 12).
Secara umum, ciri-ciri penalaran, antara lain:
1. dilakukan dengan sadar
2. didasarkan atas sesuatu yang sudah diketahui
3. sistematis
4. terarah, bertujuan
5. menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan, keputusan atau sikap yang baru
Ciri-ciri penalaran ilmiah, antara lain:
6. sadar tujuan
7. premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori yang telah diperoleh
8. pola pemikiran tertentu
9. sifat empiris rasional
B. Jenis-Jenis Penalaran
Berbahasa pada dasarnya juga bernalar. Artinya, bahwa dalam tindak berbahasa terlibat strategi yang bersifat lain yang bukan sekadar penggunaan kata-kata.
Secara umum penalaran ilmiah ada 2 macam, yaitu:
1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif (prosesnya disebut induksi) mrpkn proses penalaran untuk menarik suatu prinsip atau sikap yang berlaku untuk umum maupun suatu kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan atas fakta-fakta khusus.
Contoh:
Kambing mempunyai mata; gajah mempunyai mata, demikian pula dengan kucing, anjing, dan berbagai binatang lainnya. Jadi, semua binatang mempunyai mata.
Ada 2 keuntungan dengan penalaran induktif, yaitu:
a. pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis
b. dari pernyataan yang bersifat umum dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif.
Jenis-jenis penalaran induktif:
a. Generalisasi, yaitu proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
Contoh:
Orang Indonesia peramah; Bangsa Jepang adalah pekerja yang ulet; Orang Batak pandai menyanyi.
Sahkah kesimpulan tersebut? Generalisasi sering kali mendahului observasi, maka perlu diadakan pengetesan atau pengujian, meliputi:
Harus diketahui, apakah sudah banyak gejala khusus yang dijadikan dasar generalisasi tersebut (ciri kuantitatif). Bagian yang dikenai generalisasi tersebut: homogen atau heterogenkah?
Apakah gejala yang diamati cukup mewakili (sampel yang baik, ciri kualitatif) keseluruhan atau bagian yang dikenai generalisasi? Oleh karena itu, harus dipilih sampel yang tepat dan tidak menyesatkan.
Tidak adakah kekecualian dalam kesimpulan umum yang ditarik? Jika kekecualian terlalu banyak, maka tidak mungkin diambil generalisasi. Jika kekecualian sedikit, kita harus membuat perumusan dengan hati-hati. Hindari kata-kata: setiap, semua, selalu, tidak pernah. Gunakanlah kata-kata: cenderung, rata-rata, atau pada umumnya.
Bandingkan dengan contoh berikut!
Besi jika dimasukkan dalam api volumenya membesar; Selanjutnya: tembaga, kuningan, emas, perak, dan aluminium juga sama apabila dipanaskan. Jadi, dapat digeneralisasikan bahwa semua logam akan memuai bila dipanaskan.
b. Analogi (Analogi Induktif), yaitu proses penalaran untuk menarik suatu kesimpulan/inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial yang bersamaan.
Contoh:
Siswa di Medan berseragam; siswa di Jakarta berseragam; siswa di Papua juga berseragam. Jadi, dapat dianalogikan bahwa siswa di Semarang juga berseragam.
c. Hubungan Sebab-Akibat
Menurut prinsip umum, semua peristiwa ada penyebabnya. Jangan menarik kesimpulan (sebab-akibat) yang tidak sah. Misalnya, orang menghubungkan suatu wabah atau penyakit dengan kutukan dewa atau tempat tertentu yang dianggap keramat.
Hubungan sebab-akibat antarperistiwa dapat berupa: hubungan sebab ke akibat, akibat ke sebab, atau akibat ke akibat.
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif (prosesnya disebut deduksi), yaitu cara berpikir yang didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau keputusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal atau gejala. Kesimpulannya bersifat khusus. Jadi, penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.
Proses berpikirnya dinamakan silogisme, yaitu bentuk prose penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan: premis mayor dan premis minor) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan.
Contoh:
Semua makhluk mempunyai mata. (p. mayor)
Si Polan adalah seorang makhluk. (p. minor)
Jadi, si Polan mempunyai mata. (kesimpulan)
Bentuk di atas mempunyai 3 term, yaitu (1) term mayor adlh predikat di dalam premis mayor (mempunyai mata); (2) term minor adlh subjek di dalam kesimpulan (si Polan); dan term tengah adlh penghubung kedua term atau predikat di dalam premis minor (makhluk).
Perhatikan contoh lain di bawah ini!
Mahasiswa yang mengikuti kuliah kurang dari 75% tidak boleh mengikuti ujian. (p. mayor)
Santi hanya mengikuti kuliah 40%. (p. minor)
Jadi, Santi tidak boleh mengikuti ujian.(kesimpulan)
Silogisme di atas bisa diubah menjadi entimem (semacam silogisme, tetapi muncul hanya dengan 2 proposisi krn salah satu bagian dihilangkan). Contoh:
1. Santi tidak boleh mengikuti ujian karena mengikuti kuliah kurang dari 75%.
ATAU
2. Santi hanya mengikuti kuliah 40%, sehingga ia tidak boleh mengikuti ujian.
C. KESALAHAN PENALARAN
Salah nalar dpt terjadi di dalam proses berpikir utk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi.
Salah nalar ada dua macam:
1. Salah nalar induktif, berupa (1) kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas, (2) kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat, (3) kesalahan analogi.
2. Kesalahan deduktif dapat disebabkan karena: (1) kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi; (2) kesalahan karena adanya term keempat; (3) kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi; dan (4) kesalahan karena adanya 2 premis negatif.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar