Rabu, 25 Mei 2011

Tugas Bahasa Indonesia 4

Tugas Bahasa Indonesia 4
Ini adalah tugas bahasa Indonesia yang ke-4.
Tugas ini adalah untuk menganalisa beberapa artikiel. Analisa tersebut bias berupa kesalahan pemilihan kata, penyusunan kalimat, struktur ejaan, dan keseimbangan antar kalimat pada masing – masing alinea. Dimana analisa tersebut berupa :
• Topik
• Judul
• Uraian pendahuluan
• Tinjauan pustaka
• Isi dan kesimpulan.
• Daftar pustaka
Artikel Pertama :
‘Pengintegrasian Teknologi Informasi dalam KONFERENSI INTERNASIONAL PENGAJARAN BAHASA INDONESIA UNTIK PENUTUR ASING’
KelasGoogle : Korpus Raksa Sanding Kata dalam Pembelajaran dan Pengajaran BIPA
Topik :
Topik pada artikel yang pertama ini adalah ‘Pengintegrasian Teknologi Informasi’. Karena topic berperan berperan penting dalam sebuah paragraf pada sebuah artikel dan juga membatasi dang mengontrol ide yang didiskusikan dalam paragraph. Oleh karena itu topik mempunyai peran yang sangat penting dalah hubungan antar paragraph dalam sebuah artikel. Topik yang ditulis pada artikel ini, sudah tepat karena topik tersebut merupakan pokok utama penjelasan yang akan dijelaskan dalam artikel ini.
Judul :
Judul merupakan perincian atau penjabaran dari topik. Judul melukiskan apa yang akan dibahas dalam sebuah artikel. Jadi jika dibaca dari judul, maka seseorang akan mengetahui apa yang akan dibahas. Judul yang ditulis pada artikel ini merupakan judul yang tepat. Dikarenakan judul yang diberikan sesuai dengan apa yang dibahas dalam artikel.
Uraian pendahuluan :
Pendahuluan merupakan pembukaan sebuah artikel. Pendahuluan biasanya menjelaskan apa yang akan dibahas dan memberikan pengertian awala sebalum mendalami sebuah artikel. Pendahuluan disini sesuai dengan pendahuluan yang diharapkan.

Daftar pustaka :
Sesuai dengan kaidah daftar pustaka, isi dari daftar pustaka artikel ini sudah sesuai dengan kaidah yang ada.
Isi dan kesimpulan :
Isi dan kesimpulan artikel sesuai dengan yang dijabarkan oleh topic dan judul pada artikel ini.
Artikel kedua :
‘SUATU MODEL KAIDAH PEMENGGALAN SUKU PERTAMA PADA KATA BAHASA INDONESA : KASUS PADA HURUF AWAL B’
Topik :
Penjelasan tentang topic sudah ada pada artikel 1(satu) jadi disini akan membahas langsung topic pada artikel ini. Topic pada artikel ini Topik artikel di atas menarik dan bermanfaat. Karena dengan terus berkembangnya teknologi dalam bidang komputer.
Judul :
Penjelasan tentang judul sudah ada pada artikel 1(satu) jadi disini akan membahas langsung judul pada artikel ini. Artikel ini berjudul ‘KASUS PADA HURUF AWAL B’, judul yang diberikan sesuai dengan apa yang dibahas dalam artikel.
Uraian pendahuluan :
Pendahuluan pada artikel ini sudah sesuai dengan apa yang akan dijelaskan berikutnya.
Daftar pustaka :
Sesuia dengan kaidah daftar pustaka, isi dari daftar pustaka artikel ini sudah sesuai dengan kaidah yang ada.
Isi dan kesimpulan :
Isi dan kesimpulan artikel sesuai dengan yang dijabarkan oleh topic dan judul pada artikel ini.

JENIS-JENIS MAJAS

JENIS-JENIS MAJAS

Majas perbandingan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas perbandingan
1. Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.
2. Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
Contoh penggunaan :
Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
Penjelasan :
Kata 'Batang hidung' dalam kalimat diatas sudah lazim didengar orang dan diketahui artinya, yang mana 'Batang hidung' berarti " Sosok seseorang ". Kalimat diatas berarti : Sudah dua hari ia tidak terlihat sosoknya ( bersembunyi ).
3. Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
" Wajahmu bagaikan rembulan yang bersinar di malam hari"
4. Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
Engkau belahan jantung hatiku sayangku.
Raja siang keluar dari ufuk timur.
Jonathan adalah bintang kelas dunia.
5. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
Antropomorfisme adalah atribusi karakteristik manusia ke makhluk bukan manusia. Subyek antropomorfisme seperti binatang yang digambarkan sebagai makhluk dengan motivasi manusia, dapat berpikir dan berbicara, atau benda alam seperti angin atau matahari. Istilah antropomorfisme berasal dari bahasa Yunani ἄνθρωπος (anthrōpos), manusia dan μορφή (morphē), bentuk. Tiga hewan antropomorfis yang paling terkenal sampai saat ini adalah Donal Bebek, Miki Tikus, serta Tom dan Jerry.
6. Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
Contoh:
• Betapa sedap memandang gadis cantik yang selesai berdandan.
• Suaranya terang sekali.
• Rupanya manis.
• Namanya harum.
7. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
Antonomasia adalah sebuah majas perbandingan yang menyebutkan sesuatu bukan dengan nama asli dari benda tersebut, melainkan dari salah satu sifat benda tersebut.Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
Contoh:
• Si Gemuk
• Si Lincah
• Si Pintar
8. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
Contoh:
Karena sehari-hari ia bekerja sebagai kusir gerobak, ia dipanggil Karto Grobak.
9. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
Contoh:
1. Rokok diganti Djarum atau Gudang Garam.
2. Mobil diganti dengan Kijang.
Terapan dalam kalimat :
1. Ayah membeli sebatang Djarum Coklat.
2. Kakak pergi naik Kijang hijau.
Penjelasan :
1. Kata Djarum Coklat pada kalimat di atas bukanlah merupakan benda aslinya (sebuah jarum berwarna coklat), melainkan sebuah merek dari sebuah rokok/kretek.
2. Kata Kijang hijau pada kalimat di atas bukanlah merupakan benda aslinya (seekor kijang yang bewarna hijau), melainkan sebuah merek mobil Toyota
10. Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
Contoh:
Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang membuat otok kian terkesima.
11. Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
Litotes adalah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia. Litotes adalah majas yang mengungkapkan perkataan dengan rendah hati dan lemah lembut. Biasanya hal ini dicapai dengan menyangkal lawan daripada hal yang ingin diungkapkan. Contoh:
Akan kutunggu kehadiranmu di bilikku yang kumuh di desa
Wanita itu parasnya tidak jelek
12. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
Hiperbol (Yunani Kuno: ὑπερβολή 'berlebihan') adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan. Lawannya antara lain meiosis dan litotes. Contoh:
• Suara keras menggelegar membelah bumi.
• Perasaanku teriris-iris mendengar kisahnya.
13. Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
Personifikasi adalah salah satu majas dalam Bahasa Indonesia. Personifikasi adalah majas yang memberikan sifat-sifat manusia pada benda mati. Contoh:
Saat ku melihat rembulan, dia seperti tersenyum kepadaku seakan-akan aku merayunya.
Mentari pagi hari membangunkan isi bumi.
14. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
Depersonifikasi adalah majas yang berupa pembandingan manusia dengan bukan manusia atau dengan benda [1]. Majas ini mirip dengan majas metafora. Contoh: dikau langit, daku bumi.
15. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
Pars pro toto adalah sebuah majas yang digunakan sebagian unsur/objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
Contoh:
Sudah ditunggu hingga satu jam lamanya tetapi ia tidak nampak batang hidungnya.
Di sini 'batang hidung' disebutkan (sebagai anggota tubuh) sebagai kata ganti untuk menyebut seseorang (secara keseluruhan anggota tubuhnya lainnya)
16. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
Totum pro parte adalah sebuah majas yang digunakan untuk mengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
Contoh:
Indonesia menang atas Thailand dalam pertandingan sepak bola di Jakarta kemarin sore.
Di sini disebutkan Indonesia dan Thailand (keseluruhan negara Indonesia dan Thailand, namun yang dimaksudkan adalah tim nasional sepak bola Indonesia dan tim nasional sepak bola Thailand)
17. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar.
Contoh : "Di mana 'tempat kencing'nya?" dapat diganti dengan "Di mana 'kamar kecil'nya?". Kata "tempat kencing"(dalam bahasa sehari-hari biasa juga disebut WC) tidak cocok jika akan digunakan untuk percakapan yang sopan. Kata "kamar kecil" dapat menggantikannya. Kata "kamar kecil" ini konotasinya lebih sopan daripada kata "tempat kencing". Jadi dalam eufemisme terjadi pergantian nilai rasa dalam percakapan dari kurang sopan menjadi lebih sopan.
18. Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
Tidak ada penjelasan
19. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
Fabel, diambil dari bahasa Belanda adalah cerita yang menggunakan hewan sebagai tokoh utamanya. Misalkan cerita kancil atau cerita Tantri di Indonesia.
Banyak satrawan dan penulis dunia yang juga memanfaatkan bentuk fabel dalam karangannya. Salah seorang pengarang fabel yang terkenal adalah Michael de La Fontaine dari Perancis. Penyair Sufi Fariduddin Attar dari Persia juga menuliskan karyanya yang termashur yakni Musyawarah Burung dalam bentuk fabel.
Biasa pada sebuah fabel tersirat moral atau makna yang lebih mendalam.
20. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
Parabel (bahasa Yunani: παραβολή, parabolē) adalah cerita rekaan untuk menyampaikan ajaran agama, moral, atau kebenaran umum dengan menggunakan perbandingan atau ibarat [1]. Parabel seperti metafora yang diperluas menjadi suatu kisah singkat dan berbeda dengan fabel dalam hal pengibaratannya: fabel menggunakan hewan, tumbuhan, benda, dll. sedangkan parabel menggunakan manusia. Injil merupakan suatu contoh yang banyak mengandung parabel di dalamnya.
21. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
Perifrasa adalah majas yang berupa pengungkapan yang panjang sebagai pengganti pengungkapan yang lebih pendek [1], atau, dengan kata lain, suatu frasa panjang menggantikan frasa yang lebih pendek. Frasa atau kata yang digantikan tersebut dapat berupa nama tempat, nama benda, atau nama sifat. Contoh:
1. Ia bersekolah di kota kembang (maksudnya: Bandung).
2. Indonesia pernah dijajah oleh negeri matahari terbit (maksudnya: Jepang).
22. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
Eponim adalah nama orang (bisa nyata atau fiksi) yang dipakai untuk menamai suatu tempat, penemuan atau benda tertentu dikarenakan kontribusi atau peranan tokoh yang bersangkutan pada obyek yang dinamai tersebut. Dalam bidang sains dan teknologi, sebuah penemuan biasanya diberi nama sesuai dengan penemunya,
contoh:
1. Bilangan Avogadro (oleh Amedeo Avogadro),
2. Mesin diesel (oleh Rudolf Diesel),
3. Penyakit Parkinson (oleh James Parkinson),
4. Komet Halley (oleh Edmond Halley),
5. distribusi Gauss (oleh Carl Friedrich Gauss),
6. Konstanta Planck (oleh Max Planck),
23. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
Simbolisme adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol benda, binatang, atau tumbuhan. Contoh:
1. Ia terkenal sebagai buaya darat.
2. Rumah itu hangus dilalap si jago merah.
24. Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Majas sindiran
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas sindiran
1. Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
Ironi adalah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia. Ironi adalah majas yang mengungkapkan sindiran halus.
Contoh:
Kota Bandung sangatlah indah dengan sampah-sampahnya
2. Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
Sarkasme adalah suatu majas yang dimaksudkan untuk menyindir, atau menyinggung seseorang atau sesuatu. Sarkasme dapat berupa penghinaan yang mengekspresikan rasa kesal dan marah dengan menggunakan kata-kata kasar. Majas ini dapat melukai perasaan seseorang.
Biasanya sarkasme digunakan dalam konteks humor.
Contoh:
• Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!
3. Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4. Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
Satire adalah gaya bahasa untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang.[1] Satire biasanya disampaikan dalam bentuk ironi, sarkasme, atau parodi. Istilah ini berasal dari frasa bahasa Latin satira atau satura (campuran makanan).[2]
5. Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas penegasan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas penegasan
1. Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2. Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3. Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
4. Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5. Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6. Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
7. Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
8. Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
9. Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10. Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11. Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12. Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
13. Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
14. Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15. Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16. Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17. Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18. Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19. Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20. Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21. Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22. Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23. Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24. Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25. Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Majas pertentangan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas pertentangan
1. Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
Paradoks adalah suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis (apa yg dianggap benar sbg landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; (2) asumsi; (3) kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dl logika) . yang diakui kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada suatu konflik atau kontradiksi.
Sebuah 'paradoks adalah sebuah pernyataan yang betul atau sekelompok pernyataan yang menuju ke sebuah kontradiksi atau ke sebuah situasi yang berlawanan dengan intuisi. Biasanya, baik pernyataan dalam pertanyaan tidak termasuk kontradiksi, hasil yang membingungkan bukan sebuah kontradiksi, atau "premis"nya tidak sepenuhnya betul (atau, tidak dapat semuanya betul). Pengenalan ambiguitas, equivocation, dan perkiraan yang tak diutarakan di paradoks yang dikenal sering kali menuju ke peningkatan dalam sains, filsafat, dan matematika.
Kata paradoks seringkali digunakan dengan kontradiksi, tetapi sebuah kontradiksi oleh definisi tidak dapat benar, banyak paradoks dapat memiliki sebuah jawaban, meskipun banyak yang tetap tak terpecahkan, atau hanya terpecahkan dengan perdebatan (seperti paradoks Curry). Dan juga istilah ini digunakan untuk situasi yang mengejutkan seperti paradoks Ulang Tahun. Ini juga digunakan dalam ekonomi, di mana sebuah paradoks adalah sebuah hasil tidak intuitif dari teori ekonomi.
Etimologi paradoks dapat ditelusuri kembali ke Renaissance. Bentuk awal dari kata ini muncul dalam bahasa Latin paradoxum dan berhubungan dengan bahasa Yunani paradoxon. Kata ini terdiri dari preposisi para yang berarti "dengan cara", atau "menurut" digabungkan dengan nama benda doxa, yang berarti "apa yang diterima". Bandingkan dengan ortodoks (secara harafiah "pengajaran langsung") dan heterodoks (secara harafiah "ajaran berbeda"). Paradoks pembohong dan paradoks lainnya dipelajari dalam zaman pertengahan di bawah insolubilia.
Tema umum dalam paradoks termasuk referensi-sendiri yang langsung dan tak langsung, tak terhingga, definisi berputar, dan tingkatan alasan yang membingungkan. Paradoks yang tidak berdasarkan dalam sebuah "error" tersembunyi biasanya terjadi di pinggiran konteks atau bahasa, dan membutuhkan pengembangan konteks (atau bahasa) untuk menghilangkan kualitas paradoks mereka.
Dalam filosofi moral, paradoks memainkan peranan pusat dalam debat tentang etik. Misalnya, peringatan etis untuk "mencintai tetangga anda" adalah tidak hanya kontras dengan, tetapi berkontradiksi kepada tetangga bersenjata yang giat mencoba membunuh anda: bila dia berhasil, anda tidak akan berhasil untuk mencintainya. Tetapi untuk menyerang mereka terlebih dahulu atau menahan mereka biasanya tidak dimengerti sebagai tindakan cinta. Ini dapat disebut sebagai dilema etik. Contoh lainnya, adalah konflik antara perintah untuk tidak mencuri dan untuk memberi perhatian kepada keluarga yang anda tidak mampu memberi mereka makan tanpa mencuri uang.
Paradoks juga dinamakan antinomi karena melanggar hukum kontradiksi principium contradictionis (law of contradiction). Paradoks yang tertua dan sangat terkenal adalah paradox pembohong (liar paradox).
Pernyataan:
Epimenides si orang Kreta mengatakan bahwa semua orang Kreta adalah pembohong
Rangkaian premis berikut in akan tiba pada dua konklusi yang bertentangan:
• Jika apa yang dikatan Epimenides benar, ia bukan pembohong.
• Jika Epimenides bukan pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
• Jika apa yang dikatakannya tidak benar, ia pembohong.
Konklusi pertama
• Jadi, ia adalah pembohong dan bukan orang jujur.
• Jika yang dikatakan Epimenides tidak benar, ia adalah pembohong.
• Jika ia pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
• Jika apa yang dikatakannya tidak benar, itu berarti bahwa ia adalah orang jujur.
Konklusi kedua
• Jadi, ia adalah orang jujur dan bukan pembohong.
Apa yang dikatakan Epimenides sebenarnya secara serentak mengandung kebohongan dan kebenaran. Jika kebohongan, berarti ia benar-benar pembohong, dan jika kebenaran, ia adalah seorang yang jujur.
Sama seperti dilema, paradoks biasa digunakan untuk mematahkan argumentasi lawan dengan menempatkannya ke dalam situasi yang sulit dan serba salah.

2. Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.
3. Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
4. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
5. Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.

Selasa, 24 Mei 2011

Fenomena Multimedia

FENOMENA MULTIMEDIA

Multimedia adalah merupakan media yang diciptakan untuk menyajikan sesuatu dalam bentuk text, suara, gambar dan lainnya yang dimanfaatkan untuk berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi dengan melalui teknologi yang sedang berkembang dengan beragam jenis media. Penggunaan Multimedia saat ini sangat membantu dalam penyampaian bidang pengetahuan yang bersifat ilmiah.

Saat ini penggunaan multimedia sering banyak ditemukan untuk kebutuhan metode pembelajaran dengan mengambil informasi dari multimedia dengan menyajikan beragam majalah, buku dengan bermacam-macam penulis dan penerbit. Disini manfaat tersebut dirasakan dalam mencari data yang berkaitan langsung dengan pembelajaran dengan harga murah dan terjangkau.

Dengan berkembang pesatnya fenomena multimedia ini dapat berdampak negative bila menyalahgunakan fungsi dari multimedia tersebut seperti membuat suatu tulisan ilmiah yang bersumber dari multimedia tanpa menulis pengarang asli dari tulisan tersebut dengan istilah lain plagiat atau pembajakan karya. Dampak negative lainnya adalah mencari suatu kebenaran informasi dengan mengubah keaslian informasi tersebut. Hal tersebut perlu dihindarkan supaya fungsi multimedia menjadi tepat sasaran.

Adanya fenomena tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa multimedia adalah merupakan sarana untuk penyampaian informasi yang dapat berupa komunikasi, informasi maupun hiburan. Dalam pelaksanaannya multimedia tersebut harus diiringi dengan fungsi nyata multimedia tersebut agar tidak terjadi penyimpangan melalui kesadaran sendiri mengetahui bahwa multimedia ini sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

——————— $$$ ——————-

Berikut hasil analisis kelompok kami mengenai artikel di atas:

Kata

Jika diperhatikan kata per kata terdapat kata tidak baku, seperti negative yang merupakan kata serapan dari bahsa asing. Selain itu terdapat kata adalah merupakan, kedua kata tersebut memilii kata yang sama sehingga tidak boleh untuk digunakan.

Kalimat

Jika ditinjau dari segi kalimat antar kata masih terdapat banyak kesalahan. Salah satunya adalah merupakan. Seharusnya kita gunakan salah satunya saja.

Alinea

Jika ditinjau dari segi alinea, mengacu pada ketentuan-ketentuan alinea antar kalimat tidak tersusun secara baik.

Topik

Dari segi topik sangat menarik, karena dengan semakin berkembangya era teknologi sekarang ini banyak hal dilakukan menggunakan multimedia.

Isi

Dari segi isi artikel di atas hanya menguraikan sedikit saja mengenai peran dan fungsinya, sehingga menarik.

Logika

Dari segi logika artikel di atas sulit untuk dipahami, karena masih banyak kata-kata yang rancu sehingga sulit dimengerti.

——————— $$$ ——————-

FENOMENA MULTIMEDIA

Multimedia adalah merupakan media yang diciptakan untuk menyajikan sesuatu dalam bentuk text, suara, gambar dan lainnya yang dimanfaatkan untuk berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi dengan melalui teknologi yang sedang berkembang dengan beragam jenis media. Penggunaan Multimedia saat ini sangat membantu dalam penyampaian bidang pengetahuan yang bersifat ilmiah.

Saat ini penggunaan multimedia sering banyak ditemukan untuk kebutuhan metode pembelajaran dengan mengambil informasi dari multimedia dengan menyajikan beragam majalah, buku dengan bermacam-macam penulis dan penerbit. Disini manfaat tersebut dirasakan dalam mencari data yang berkaitan langsung dengan pembelajaran dengan harga murah dan terjangkau.

Dengan berkembang pesatnya fenomena multimedia ini dapat berdampak negative bila menyalahgunakan fungsi dari multimedia tersebut seperti membuat suatu tulisan ilmiah yang bersumber dari multimedia tanpa menulis pengarang asli dari tulisan tersebut dengan istilah lain plagiat atau pembajakan karya. Dampak negative lainnya adalah mencari suatu kebenaran informasi dengan mengubah keaslian informasi tersebut. Hal tersebut perlu dihindarkan supaya fungsi multimedia menjadi tepat sasaran.

Adanya fenomena tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa multimedia adalah merupakan sarana untuk penyampaian informasi yang dapat berupa komunikasi, informasi maupun hiburan. Dalam pelaksanaannya multimedia tersebut harus diiringi dengan fungsi nyata multimedia tersebut agar tidak terjadi penyimpangan melalui kesadaran sendiri mengetahui bahwa multimedia ini sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

——————— $$$ ——————-

Berikut hasil analisis kelompok kami mengenai artikel di atas:

Kata

Jika diperhatikan kata per kata terdapat kesalahan, salah satunya imbuhan di. Pada paragaraf kedua kalimat setiap kata di singkat dan tidak memperhatikan ejaan yang benar(EYD). Seharusnya penulisannya digabung menjadi disingkat.

Kalimat

Jika ditinjau dari segi kalimat, masih banyak kalimat yang susunannya tidak teratur.

Alinea

Jika ditinjau dari segi alinea, antar alinea sebenarnya sudah koheren dan logis. Hanya saja perlu dibetulkan kembali penggunaan kalimatnya.

Topik

Dari segi topik sangat menarik, karena sama seperti artikel sebelumnya yaitu membahas mengenai fenomena multilmedia.

Isi

Dari segi isi artikel di atas lebih menarik, karena pembahasannya lebih luas dari artikel sebelumnya.

Logika

Dari segi logika artikel di atas lebih baik dari artikel sebelumnya, karena maksud dari tujuan penulis dapat dipahami oleh pembaca

——————— $$$ ——————-

Sabtu, 14 Mei 2011

KALIMAT EFEKTIF

KALIMAT EFEKTIF


A. Pengertian
Tujuan tulis-menulis atau karang-mengarang  utk mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas dan efektif kpd pembaca.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula (Sugono, 2003: 91).
Jadi, sebuah kalimat dikatakan efektif apabila memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis.

Perhatikan contoh dibawah ini!
Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen supaya melaporkan kepada kami.
Kalimat ini kurang jelas maksudnya karena ada bagian yang dihilangkan atau tidak sejajar. Siapakah yang diminta “supaya melaporkan kepada kami”? Ternyata imbauan ini utk para penumpang yang membeli tiket di agen. Jika demikian, kalimat ini perlu diubah menjadi:
a) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen, Anda diharap melaporkannya kepada kami.
Jika subjek induk kalimat dan anak kalimatnya dibuat sama, ubahannya menjadi
b) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen, harap dilaporkan kepada kami.

B. Syarat-syarat Kalimat Efektif
Kalimat efektif harus memenuhi syarat-syarat, a.l.:
1. memiliki kesatuan gagasan
2. menggunakan pemakaian kata yang ekonomis
3. menggunakan penalaran (logika) yang tepat
4. menggunakan ragam bahasa yang tepat
5. menggunakan konstruksi yang tidak bermakna ganda
6. menggunakan kalimat yang cermat
7. menggunakan bentuk kata dalam rincian yang sejajar


Perhatikan contoh-contoh kalimat yang kurang efektif di bawah ini!
1. Setamat dari SMA, Wati bercita-cita melanjutkan studinya di Fakultas Ekonomi. Fakultas Ekonomi didirikan pada tahun 1972. Dosen, asisten, dan karyawannya mempunyai dedikasi yang cukup tinggi.
2. Kedua masalah itu saling kait-mengait.
3. Ada orang yang merawat ayam karena hendak dijadikan ayam sabungan. Akan tetapi, pada umumnya ayam itu dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya. Kita semua tahubahwa telur dan daging adalah makanan yang baik.
4. Penulis menghaturkan terima kasih kepada Prof. Dr. Gatot A.S. atas bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Istri kopral yang nakal itu membeli sepatu.
6. Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan ialah mengelola sejumlah manusia memerlukan keprihatinan serta dedikasi yang tinggi.
7. Kegiatan penelitian meliputi pengumpulan data, mengklasifikasikan data, dan menganalisis data.

Aspek-aspek penguasaan bahasa meliputi:
1. penguasaan secara aktif sejumlah besar perbendaharaan bahasa tersebut
2. penguasaan kaidah–kaidah sintaksis bahasa itu secara aktif
3. kemampuan menemukan gaya yang paling cocok untuk menyampaikan gagasan-gagasan
4. tingkat penalaran (logika) yang dimiliki seseorang

PARAGRAF

PARAGRAF


A. Pengertian
Paragraf ialah rangkaian kalimat yang utuh dan koheren yang berisi ide, konsep, gagasan atau pokok pikiran yang mendukung atau berkaitan dengan topik yang dibahas (Pateda, 1993: 106).
Koherensi berasal dari kata ‘cohere’ (= melengket satu sama lain); coherence bermakna pertalian, hubungan; coherent bermakna masuk akal, bertalian scr logis, berlengketan.
Paragraf yang koheren  kalimat-kalimatnya berhubungan scr logis membentuk satu keutuhan pokok pikiran. Antarparagraf ada keterkaitan scr logis.
Agar koheren  gunakan penyusunan paragraf scr berantai horisontal (dlm satu paragraf) dan berantai vertikal (antarparagraf).
Secara ortografis, paragraf ditandai oleh adanya kalimat yang ditulis menjorok ke dalam  untuk memudahkan pembaca mengikuti jalan pikiran penulis.

B. Jenis-jenis Paragraf
Paragraf biasanya dibagi atas tiga jenis:
1. Paragraf pembuka  sbg pengantar utk menyampaikan ide-ide atau pikiran-pikiran pokok.
2. Paragraf penjelas  uraian pendapat dlm rangkaian kalimat yang menjelaskan ide, gagasan, konsep, atau pokok-pokok pikiran penulis.
3. Paragraf penutup  mengakhiri paparan ide, gagasan, atau pokok pikiran. Biasanya berisi simpulan.

C. Syarat-syarat Paragraf yang Baik
Paragraf yang baik dan efektif harus memiliki 3 syarat:
1. Kesatuan  bahwa semua kalimat yang membangun paragraf itu secara bersama-sama menyatakan suatu hal, suatu tema tertentu.
2. Koherensi  kekompakan hubungan antara suatu kalimat dengan kalimat yang lain yang membentuk paragraf itu.
3. Perkembangan paragraf  penyusunan atau perincian dari gagasan-gagasan yang membangun paragraf itu.

D. Teknik Penyusunan dan Pengembangan Paragraf
Teknik Penyusunan Paragraf
Teknik utk mempermudah penyusunan paragraf: (1) teknik berantai horisontal dan (2) teknik berantai vertikal.
Keterangan: Angka 1, 2, 3, 4 adalah kalimat yg mrpkn unsur yg membentuk paragraf. Angka Romawi I, II, III, IV menunjukkan jumlah paragraf sesuai keperluan.

Kapan paragraf itu berganti?
Pergantian paragraf terjadi karena:
1. Terjadi pergantian gagasan atau ide. Misalnya, paragraf I adalah teorinya, paragraf II metodenya, paragraf III tekniknya, dst.
Seperti telah dikatakan di atas ….
Sehubungan dengan penjelasan di atas ….
2. Ingin menjelaskan teori atau pandangan lain
Menurut pendapat ….
Berkaitan dengan pandangan …, maka ….
3. Ingin menjelaskan tempat yg memang penting
Hal yang dipaparkan di atas terdapat pula di …..
Persoalan di atas tidak ditemukan di ….
4. Terjadi penonjolan uraian karena waktu
Pada tahun ….
Persoalan di atas berbeda dengan kejadian pada tahun ….
5. Ingin menjelaskan argumen
Menurut hemat penulis ….
Berbicara mengenai ….
6. Ingin menjelaskan hubungan sebab-akibat
Pendapat ini dapat diterima sebab ….
Kalau kita menerima pendapat … akibatnya harus ….
7. Ingin memperjelas uraian sebelumnya
Berkaitan dengan penjelasan di atas ….
Di atas telah dijelaskan ….
8. Ingin membandingkan
Jika dibandingkan hasilnya dengan ….
Pendapat … jika dibandingkan dengan pendapat ….
9. Ingin mengkritik atau mendukung suatu pendapat
Menurut hemat penulis pendapat … perlu dipertimbangkan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis sependapat dengan ….
10. Ingin memerinci suatu sebab, proses, atau penjelasan
Penyebab yang dapat diketengahkan ialah ….
Prosesnya dapat dijelaskan sebagai berikut.
Penjelasan di atas masih memerlukan bukti-bukti lebih lanjut.
11. Ingin mengambil kesimpulan atau ingin memadukan uraian sebelumnya
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ….
Kesimpulan yang dapat ditarik ….

Teknik Pengembangan Paragraf
1. Secara horisontal  penyusunan kalimat yang membentuk satu paragraf.
a. Secara deduktif  dimulai hal yang umum dan diikuti hal-hal yang khusus (sbg penjelas)
b. Secara induktif  dimulai hal-hal khusus menuju hal yang umum
c. Memulai dengan pendapat, pernyataan (pernyataan orang lain maupun sendiri)
Menurut pendapat … atau … (…, …: …) berpendapat bahwa ….
Menurut hemat penulis ….
d. Membandingkan, menyamakan, atau memper-tentangkan  jika kalimat pertama sudah ada, kalimat kedua dpt dilanjutkan dengan
Jika hal ini dibandingkan ….
Hal ini bertentangan dengan pandangan ….
e. Membuat pembatasan  jika kalimat pertama sudah ada, maka klmt kedua dpt dilanjutkan dgn
Yang dimaksud dengan ….
Artinya, …. atau Maksudnya, ….
f. Memberikan contoh atau ilustrasi  jika kalimat pertama sudah ada, klmt kedua dpt dilnjtkn dgn
Untuk memperjelas uraian ini perlu diketengahkan beberapa contoh/ilustrasi sebagai berikut.
g. Dengan cara menyambung  kita dpt melanjutkan kalimat pertama atau kedua dgn kalimat berikutnya dgn cara mengambil ide atau satu kata yang akan digunakan utk mnysn klmt berikutnya
h. Dengan cara mengembangkan berdasarkan rincian
 rincian dpt berupa rincian tindakan, proses, kejadian, peristiwa, aktivitas.

2. Secara Vertikal  penyusunan paragraf yang satu dengan paragraf yang lain, atau menyangkut pergantian paragraf.

PENALARAN BAHASA INDONESIA

PENALARAN BAHASA INDONESIA

PENALARAN BERBAHASA

A. Hakikat Penalaran
Oleh beberapa ahli pikir, manusia adalah ‘animal rationale’  makhluk yang berpikir. Dampaknya  lahir tutur bahasa.
‘Animal rationale’ berasal dari bahasa Yunani ‘logon ekhoon’  dilengkapi dengan tutur kata dan akal budi. ‘Logos’ menunjukkan arti sesuatu perbuatan atau isyarat, inti sesuatu hal, cerita, kata, atau susunan. ‘Logos’ menunjukkan ke arah manusia yang menyatakan sesuatu mengenai dunia yang mengitarinya (arti, susunan alam raya).
Wilhelm von Humboldt  “manusia baru menjadi manusia sepenuhnya karena bahasa”
‘Logos’  sesuatu komponen yang saling berkaitan; selain (sekarang, logi= ilmu), menyimak kenyataan, menginterpretasi dan menuturkan kenyataan lewat kata-kata.

Creighton (1973) dalam suatu artikel di Encyclopedia Americana penalaran adalah proses mental untuk memperoleh pengetahuan atau kebenaran baru berdasarkan sesuatu yang sudah diketahui (dalam Waluyo, 1991: 12-13). Pencapaiannya secara tak langsung, yaitu melalui mediasi (pemikiran dan asosiatif). Secara sederhana, penalaran merupakan proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.
Oleh Vinache (1974), pemikiran adalah organisasi dan reorganisasi pengalaman masa lampau yang diterapkan pada situasi sekarang (dalam Waluyo, 1991: 12).
Secara umum, ciri-ciri penalaran, antara lain:
1. dilakukan dengan sadar
2. didasarkan atas sesuatu yang sudah diketahui
3. sistematis
4. terarah, bertujuan
5. menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan, keputusan atau sikap yang baru

Ciri-ciri penalaran ilmiah, antara lain:
6. sadar tujuan
7. premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori yang telah diperoleh
8. pola pemikiran tertentu
9. sifat empiris rasional

B. Jenis-Jenis Penalaran
Berbahasa pada dasarnya juga bernalar. Artinya, bahwa dalam tindak berbahasa terlibat strategi yang bersifat lain yang bukan sekadar penggunaan kata-kata.
Secara umum penalaran ilmiah ada 2 macam, yaitu:
1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif (prosesnya disebut induksi) mrpkn proses penalaran untuk menarik suatu prinsip atau sikap yang berlaku untuk umum maupun suatu kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan atas fakta-fakta khusus.
Contoh:
Kambing mempunyai mata; gajah mempunyai mata, demikian pula dengan kucing, anjing, dan berbagai binatang lainnya. Jadi, semua binatang mempunyai mata.
Ada 2 keuntungan dengan penalaran induktif, yaitu:
a. pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis
b. dari pernyataan yang bersifat umum dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif.
Jenis-jenis penalaran induktif:
a. Generalisasi, yaitu proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
Contoh:
Orang Indonesia peramah; Bangsa Jepang adalah pekerja yang ulet; Orang Batak pandai menyanyi.
Sahkah kesimpulan tersebut? Generalisasi sering kali mendahului observasi, maka perlu diadakan pengetesan atau pengujian, meliputi:
 Harus diketahui, apakah sudah banyak gejala khusus yang dijadikan dasar generalisasi tersebut (ciri kuantitatif). Bagian yang dikenai generalisasi tersebut: homogen atau heterogenkah?
 Apakah gejala yang diamati cukup mewakili (sampel yang baik, ciri kualitatif) keseluruhan atau bagian yang dikenai generalisasi? Oleh karena itu, harus dipilih sampel yang tepat dan tidak menyesatkan.
 Tidak adakah kekecualian dalam kesimpulan umum yang ditarik? Jika kekecualian terlalu banyak, maka tidak mungkin diambil generalisasi. Jika kekecualian sedikit, kita harus membuat perumusan dengan hati-hati. Hindari kata-kata: setiap, semua, selalu, tidak pernah. Gunakanlah kata-kata: cenderung, rata-rata, atau pada umumnya.
Bandingkan dengan contoh berikut!
Besi jika dimasukkan dalam api volumenya membesar; Selanjutnya: tembaga, kuningan, emas, perak, dan aluminium juga sama apabila dipanaskan. Jadi, dapat digeneralisasikan bahwa semua logam akan memuai bila dipanaskan.

b. Analogi (Analogi Induktif), yaitu proses penalaran untuk menarik suatu kesimpulan/inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial yang bersamaan.
Contoh:
Siswa di Medan berseragam; siswa di Jakarta berseragam; siswa di Papua juga berseragam. Jadi, dapat dianalogikan bahwa siswa di Semarang juga berseragam.
c. Hubungan Sebab-Akibat
Menurut prinsip umum, semua peristiwa ada penyebabnya. Jangan menarik kesimpulan (sebab-akibat) yang tidak sah. Misalnya, orang menghubungkan suatu wabah atau penyakit dengan kutukan dewa atau tempat tertentu yang dianggap keramat.
Hubungan sebab-akibat antarperistiwa dapat berupa: hubungan sebab ke akibat, akibat ke sebab, atau akibat ke akibat.

2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif (prosesnya disebut deduksi), yaitu cara berpikir yang didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau keputusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal atau gejala. Kesimpulannya bersifat khusus. Jadi, penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.
Proses berpikirnya dinamakan silogisme, yaitu bentuk prose penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan: premis mayor dan premis minor) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan.
Contoh:
Semua makhluk mempunyai mata. (p. mayor)
Si Polan adalah seorang makhluk. (p. minor)
Jadi, si Polan mempunyai mata. (kesimpulan)

Bentuk di atas mempunyai 3 term, yaitu (1) term mayor adlh predikat di dalam premis mayor (mempunyai mata); (2) term minor adlh subjek di dalam kesimpulan (si Polan); dan term tengah adlh penghubung kedua term atau predikat di dalam premis minor (makhluk).

Perhatikan contoh lain di bawah ini!
Mahasiswa yang mengikuti kuliah kurang dari 75% tidak boleh mengikuti ujian. (p. mayor)
Santi hanya mengikuti kuliah 40%. (p. minor)
Jadi, Santi tidak boleh mengikuti ujian.(kesimpulan)
Silogisme di atas bisa diubah menjadi entimem (semacam silogisme, tetapi muncul hanya dengan 2 proposisi krn salah satu bagian dihilangkan). Contoh:
1. Santi tidak boleh mengikuti ujian karena mengikuti kuliah kurang dari 75%.
ATAU
2. Santi hanya mengikuti kuliah 40%, sehingga ia tidak boleh mengikuti ujian.

C. KESALAHAN PENALARAN
Salah nalar dpt terjadi di dalam proses berpikir utk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi.
Salah nalar ada dua macam:
1. Salah nalar induktif, berupa (1) kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas, (2) kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat, (3) kesalahan analogi.
2. Kesalahan deduktif dapat disebabkan karena: (1) kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi; (2) kesalahan karena adanya term keempat; (3) kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi; dan (4) kesalahan karena adanya 2 premis negatif.

DRAMA

DRAMA


Drama adalah karya seni berupa dialog yang dipentaskan. Drama kerap dimasukkan dalam ranah kesusasteraan karena menggunakan bahasa sebagai media penyampai pesan.
Menurut jenisnya, pementasan drama dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu drama tragedi, drama komedi, melodrama, dan dagelan.
1.Drama tragedi adalah drama yang melukiskan kisah sedih. Tokoh-tokohnya menggambarkan kesedihan. Tokoh dalam drama tragedi ini disebut tragic hero artinya pahlawa yang mengalami nasib tragis.
2.Drama komedi adalah drama yang bersifat menghibur, di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir , dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Tokoh-tokoh dalam drama jenis ini biasanya tolol, konyol, atau bijaksana tetapi lucu.
3.Melodrama adalah cerita yang sentimental. Artinya tokoh dan cerita yang disuguhkan mendebarkan dan mengharukan. Tokoh dalam jenis drama ini biasanya digambarkan hitam-putih. Tokoh jahat digambarkan serba jahat, sebaliknya tokoh baik digambarkan sangat sempurna baiknya hingga tidak memiliki kesalahan dan kekurangan sedikit pun.
4.Dagelan (farce) adalah drama kocak dan ringan. Alurnya disusun berdasarkan perkembangan situasi tokoh. Isi cerita biasanya kasar dan fulgar. Drama jenis ini juga disebut komedi murahan atau komedi picisan.
Berdasarkan teknik pementasannya, drama dibedakan atas drama bentuk drama tradisional dan drama modern. Drama tradisional adalah seni drama yang berakar dan bersumber dari tradisi masyarakat, bersifat spontan dan improvisatoris.
Sedangkan drama modern adalah drama yang bertolak dari hasil sastra yang disusun untuk suatu pementasan. Jadi, perbedaan utama antara drama tradisional dengan drama modern terletak pada tidak ada atau adanya naskah.
Drama tradisional dapat dikelompokkan menjadi:
1.drama tutur (lisan dan belum diperankan): kentrung, dalang jemblung,
2.drama rakyat (lisan, spontan, dan cerita daerah): randai, kethoprak,
3.drama wayang/klasik (segala macam wayang): wayang kulit, wayang beber, wayang golek, wayang orang, langendriyan,
4.drama bangsawan (dipengaruhi konsep teater Barat dan ditunjang pengaruh kebudayaan melayu dan Timur Tengah): komedi bangsawan, komedi stambul.
Drama modern dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.drama konvensional (sandiwara) adalah drama yang bertolak dari lakon drama yang disajikan secara konvensional.
drama kontemporer (teater mutakhir) adalah drama yang mendobrak konvensi lama dan penuh dengan pembaharuan, ide-ide baru, gagasan baru, penyajian baru, penggabungan konsep Barat-Timur.
Adapun unsur-unsur drama adalah:
1.Tema
2.Setting atau Latar
3.Alur atau Plot
4.Penokohan atau Perwatakan
5.Amanat
6.Bloking dan Akting
7.Tata Pentas.
Dalam Kurikulum 2006, analisis drama banyak diarahkan pada analisis tentang penokohan.
Tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan peran terhadap jalan cerita, ada tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis.
a. Tokoh protagonis adalah tokoh utama cerita yang pertama-tama menghadapi masalah. Tokoh ini biasanya didudukkan penulis sebagai tokoh yang memperoleh simpati pembaca/penonton karena memiliki sifat yang baik.
b. Tokoh antagonis adalah tokoh penentang tokoh protagonis.
c. Tokoh tritagonis disebut juga tokoh pembantu, baik membantu tokoh protagonis maupun antagonis.
2. Berdasarkan peran dalam lakon serta fungsinya, ada tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu.
a. Tokoh sentral adalah tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
b. Tokoh utama adalah pendukung atau penentang tokoh sentral. Mereka dapat berperan sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini, yang berperan sebagai tokoh utama ialah tokoh tritagonis.
c. Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini hanya menurut kebutuhan cerita. Tidak semua lakon drama menghadirkan tokoh pembantu.
Mengenal dan memahami tokoh mutlak dilakukan oleh calon pemeran, sebab akan memungkinkannya mengenal benar hubungan tokoh yang akan diperankannya dengan tokoh-tokoh lainnya. Dengan demikian, akan memperjelas sifat dan perilaku tokoh yang harus diperankannya.
Membaca naskah dan memahami tokoh harus diikuti dengan latihan pementasan. Latihan-latihan ini meliputi:
1.latihan sikap, gerak atau perbuatan agar tidak canggung, tidak kaku , dan tidak overacting,
2.latihan blocking (perpindahan dari satu tempat ke tempat lain),
3.latihan dialog (pembicaraan dengan tokoh lain) secara tepat,
4.latihan gesture (gerakan tangan dan kaki) secara wajar,
5.latihan vokal dengan artikulasi yang tepat,
6.latihan menggambarkan watak secara wajar,
7.latihan mimik (ekspresi wajah) sehingga agar meyakinkan penonton,
8.latihan pantomimik (gerakan-gerakan tubuh), dan
latihan memanfaatkan segala properti dan situasi pentas dengan baik.
Yang perlu dipahami, dialog pemain tidak harus sama persis dengan yang tertulis dalam teks. Pemain boleh saja menambahi atau mengurangi agar tercapai tingkat penjiwaan yang lebih tinggi.

PIDATO

PIDATO
KETERAMPILAN BERBICARA
1. PIDATO
Pidato atau orasi adalah pembicaraan seseorang kepada khalayak. Dalam kehidupan bermasyarakat, pidato sangat besar peranannya. Pidato yang disampaikan oleh orator (ahli pidato) dapat memengaruhi massa, bahkan bangsa. Sejarah mencatat, pidato Bung Tomo mampu membangkitkan semangat para arek Surabaya dalam menghadapi gempuran pasukan Sekutu; pidato Bung Karno mampu menggerakkan ratusan ribu pemuda untuk mendaftarkan diri sebagai sukarelawan merebut Irian Barat dari kekuasan Belanda; pidato Hitler mampu memengaruhi negaranya menyerbu ke sejumlah negara sehingga memicu pecahnya Perang Dunia II.
Sebagai bentuk komunikasi lisan, pidato dapat digunakan sebagai alat untuk memberitahukan informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan memengaruhi (persuasif). Adapun penyampaiannya dapat menggunakan metode naskah, menghafal, ekstemporan (persiapan dalam bentuk pokok-pokok pembicaraan), dan impromptu (serta merta, tanpa persiapan sama sekali).
Dalam forum resmi berskala luas, metode naskah paling sering digunakan, meskipun sebenarnya metode ini paling sulit menyesuaikan dengan perkembangan suasana. Penyebabnya, dalam forum resmi berskala besar, pembicara tidak berbicara sebagai pribadi. Ia mewakili lembaga yang dipimpinnya. Jadi, apa yang disampaiakan dalam forum adalah pernyataan lembaga. Karena itu, harus didokumentasikan. Bentuknya adalah naskah pidato.
Mengingat pentingnya peranan pidato, pembuatan naskah pidato harus dilakukan secara cermat. Untuk itu, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu:
1.Menentukan topik / hal yang akan disampaikan
Tema hendaknya sesuai dengan latar belakang pertemuan/forum. Topik hendaknya dipilih yang menarik, yaitu berkaitan dengan diri pendengar, dibutuhkan oleh pendengar, sedang menjadi bahan pembicaraan di masyarakat, atau sedang menjadi perdebatan di tengah masyarakat.
2.Menentukan tujuan
Tujuan harus benar-benar dipahami pembuat naskah pidato. Tujuan yang ingin dicapai dapat sekadar menghibur, memberikan informasi, atau pun memengaruhi.
Tujuan sangat menentukan isi pidato. Pidato yang bertujuan menghibur akan banyak mengungkapkan hal-hal yang lucu dan memberikan kekuatan bathin. Pidato yang bertujuan memberitahukan akan banyak memngungkapkan data-data, sedangkan yang bertujuan memengaruhi akan banyak mengungkapkan alasan dan bukti-bukti.
3.Menganalisis pendengar
Mengetahui latar belakang calon pendengar sangatlah penting agar ragam dan pilihan kata dapat disesuaikan. Pidato yang berhasil adalah pidato yang dapat dipahami pendengar. Karena itu, kosa katanya pun harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa mereka.
4.Mengumpulkan bahan atau data
Naskah pidato, khususnya yang bersifat informatif dan argumentaif/persuasif, hendaknya berbobot, yakni tidak haya berisi pernyataan-pernyataan usang dan kata-kata kosong. Pidato yang berbobot mengandung banyak data dan bukti sehingga memberikan pengetahuan dan kesadaran baru bagi pendengarnya.
5.Menyusun kerangka
Sebagaimana karangan biasa, penyusunan naskah pidato hendaknya didahului dengan pembuatan kerangka. Adapun kerangka umum pidato adalah sebagai berikut:
a.Pendahuluan
Bagian ini antara lain berisi salam dan ucapan syukur. Pada bagian ini disampaikan pula pengantar ke arah isi pokok, misalnya dengan pernyataan “Pada kesempatan ini izinkan saya untuk menyampaikan tentang pentingnya makna peringatan Hari Aids Sedunia”.
b.Isi pokok
Bagian ini berisi uraian atas isi pokok. Uraian hendaknya disusun dengan pola induktif (simpulan diperoleh berdasarkan analisis atas data-data atau bukti).
c.Penutup
Bagian ini berisi penegasan kembali simpulan, harapan atau ajakan untuk melakukan sesuatu, permohonan maaf, dan salam.
6.Menguraikan kerangka menjadi naskah lengkap
Dalam bagian ini, penulis harus cermat dalam memilih data, menggunakan kosa kata, dan menggunakan sapaan serta salam yang tepat. Untuk memisahkan antarbagian, penulis pidato dapat menyisipkan sapaan (misalnya, “Para peserta upacara yang saya hormati, Hadirin yang saya muliakan”). Sapaan ini sangat berguna untuk mengurangi kepenatan pendengar dalam menyimak pidato.

Agar jelas, perhatikan naskah pidato yang rumpang berikut ini.


Pidato Gubernur Jawa Tengah
dalam Pembukaan Pekan Seni Jawa Tengah
tanggal 23 Maret 2007 di Semarang

Assalamualaikum wr. wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Yang terhormat para Bupati dan Walikota
Yang terhormat para Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tegah dan peserta upacara yang berbahagia,

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga kita semua dapat menghadiri Upacara Pembukaan Pekan Seni Jawa Tengah ini.
Pada kesempatan ini izinkan saya untuk menyampaikan pandangan dan harapan-harapan pemerintah Provinsi Jawa Tengah terhadap pengembangan seni dan kebudayaan di Jawa Tengah.
Hadirin yang berbahagia,
………………………………………………………………………………………..
………………………..uraian pokok ………………………………………………….
Hadirin yang saya hormati,
Dari uraian di atas dapatlah kita simpulkan bahwa …(dan seterusnya)….
Saya berharap ……… (dan seterusnya) ………..
Hadirin yang saya hormati,
Demikian sambutan singkat saya. Atas perhatian hadirin, saya ucapkan terima kasih. Dan, sungguh, tiada gading yang tak retak. Karena itu, saya mohon maaf bila ada tutur kata yang salah.
Wassalamualaikum wr. wb.

SASTRA DAN PUISI

SASTRA DAN PUISI

Berdasarkan wujudnya, karangan dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
1.Prosa, yaitu karangan yang berwujud kalimat-kalimat yang disatukan dalam alenia-alenia.
2.Puisi, yaitu karangan yang berwujud baris-baris yang disatukan menjadi bait-bait.
3.Drama, yaitu karangan yang berwujud dialog atau percakapan tokoh.

Sebagai salah satu bentuk seni, puisi tentulah memiliki keindahan. Keindahan puisi terwujud melalui pemilihan kata (diksi), rima dan irama, penggunaan citraan, tipografi (wujud puisi), dan gaya bahasa.

Diksi dan Bunyi dalam Puisi
Dalam pemilihan kata, penyair mempertimbangkannya dari segi ketepatan makna dan kemampuan kata-kata itu dalam menghasilkan bunyi yang indah. Bunyi yang indah dapat terbentuk oleh adanya rima (persamaan bunyi) dan irama (alunan pengucapan).
Keindahan bunyi pada puisi bukan sekadar karena kemerduannya saat dibaca, melainkan juga karena mampu menghadirkan suasana yang sesuai dengan isi puisi. Dengan demikian, puisi akan hadir dengan kesan yang kuat. Itulah sebabnya, terdapat kaitan erat antara pemilihan kata, kemerduan bunyi, dan suasana yang ingin digambarkan.
Untuk jelasnya, perhatikan penggalan puisi karya Rendra ini !

Surat Cinta
Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak-anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Wahai, dik Narti
Aku cinta kepadamu
....

Suasana apakah yang muncul dalam puisi tersebut ? Keriangan yang bercampur dengan kelembutan hati, bukan? Bandingkanlah dengan puisi karya Mansur Samin ini !

Pidato Seorang Demonstran

mereka telah tembak teman kita
ketika mendobrak sekretariat negara
sekarang jelas bagi saudara
bagaimana kebenaran hukum di Indonesia
....

Suasana kacau, marah, dan keras muncul dalam puisi tersebut jika dibaca.
Kemampuan kata-kata dalam puisi dalam menghadirkan suasana tertentu dibentuk oleh penekanan atas rangkaian bunyi tertentu. Dalam puisi di atas, bunyi /i/ dan /u/ yang dipadu dengan /r/, /t/, /n/ memunculkan suasana riang, sedangkan ketika /i/ dan /u/ dipadu dengan /m/, /ng/, /s/, /h/ melahirkan suasana lembut.

Perhatikan : ... hujan gerimis
... bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia yang gaib
...
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah
....

Lain halnya dengan puisi kedua. Paduan bunyi /a/ dengan bunyi /k/ , /b/, dan /r/ berhasil memunculkan suasana marah, kacau, dan keras.
Bunyi-bunyi yang dimaksudkan untuk membentuk suasana puisi biasanya diulang-ulang hingga membentuk irama dan rima. Resapi keindahan bunyi pada kutipan puisi berikut :

a). ...
para pelayat melantun doa
gema pantulan lubuk jiwa
mengantar jeriazahmu ke makam
mentari sendu alam temaram
...
(Warisan 2, Piek Ardiyanto S.)

b) ...
Biar susah sungguh
mengingat kau penuh seluruh
caya-Mu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
...
(Doa, Chairil Anwar)
c). Perkabungan
Sehelai pita hitam
menjuntai pada lengan
mulut tercekam, mata terpejam,
kepala tertunduk dalam
- sungkawa pada korban para tiran.
(Sitok Srengenge)

Citraan dalam Puisi
Rima dalam puisi akan menghadirkan suasana atau perasaan yang diinginkan. Namun demikian, seperti apakah tepatnya suasana perasaan yang ingin diungkapkan penyair, tidak dapat sepenuhnya disajikan hanya melalui rima. Untuk memperjelas gambaran perasaan penyair, digunakanlah citraan, yaitu kata-kata yang menunjukkan gambaran (citra) tertentu. Dengan kata-kata yang menunjukkan citra atau gambaran itu, pembaca puisi akan lebih mudah membayangkan hal yang dimaksudkan oleh penyair. Gambaran atau citraan dalam puisi ada beberapa jenis, yaitu:
a.Citraan Penglihatan
Citraan ini terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indera penglihatan, misalnya gerimis, mainan anak-anak peri, mentari, temaram, jenazah, hitam, gelap, terang.
b.Citraan Pendengaran
Citraan ini terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indera pendengaran, misalnya bunyi tambur, mendesah, mengeluh, melantun doa, gema.
c.Citraan Penciuman
Citraan ini terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indera penciuman, misalnya wangi, anyir, harum.
d.Citraan Pengecapan
Citraan ini terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indera pengecap, misalnya asam, pahit, manis, gurih, sedap.
e.Citraan Perabaan
Citraan ini terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indera peraba, misalnya kasar, halus, licin, bergerigi, tajam, tumpul.
f.Citraan Gerak
Citraan ini terwujud dengan penggunaan kata yang menunjukkan gerakan tertentu, misalnya menjuntai, mulut tercekam, mata terpejam, mengantar, kepala tertunduk, mengusap, memukul, mendobrak.

Nilai dalam Puisi
Selain mengandung keindahan bahasa (berupa rima, irama, dan perlambangan), puisi juga mengandung nilai-nilai tertentu. Yang dimaksud nilai adalah konsep kebenaran atau ajaran yang dianggap penting bagi kehidupan.
Ada berbagai nilai yang dapat diungkapkan penyair, misalnya nilai keagamaan, nilai budaya, nilai sosial, dan nilai moral. Nilai-nilai dalam puisi berkaitan erat dengan pesan atau amanat yang ingin disampaikan penyairnya.
Nilai dan pesan puisi hanya akan diperoleh jika pembaca mampu memahami isi puisi. Nah, pemahaman atas puisi antaran lain dapat dilakukan dengan melakukan parafrase.

Memahami Isi Puisi
Lantaran bentuknya yang “padat”, memahami puisi tidaklah semudah prosa. Meski demikian, memahami isi puisi sesungguhnya tidak sesulit yang dibayangkan orang pada umumnya. Nah, jika kamu ingin memahami puisi, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat kamu gunakan sebagai panduan:
1.Apakah kira-kira maksud judulnya?
2.Hal apakah yang dibicarakan penyair?
3.Sebagai siapakah penyair berbicara pada puisi itu?
4.Kepada siapakah penyair berbicara?
5.Dengan perasaan yang bagaimanakah penyair berbicara pada puisi itu?
6.Apa pendapat yang ingin disampaikan penyair melalui puisi itu?
7.Bagian-bagian manakah yang membuktikan jawaban-jawabanmu tadi?

Parafrase Puisi
Sebagaimana telah dikatakan di muka, dibandingkan dengan prosa, puisi umumnya lebih sulit dipahami. Hal ini dikarenakan puisi bersifat konsentif dan intensif. Artinya, hanya kata dan tanda baca yang mendukung makna dan keindahan saja yang disajikan. Kata-kata dan tanda baca yang tidak terlalu berkait “dihilangkan”. Karena itulah, pemahaman puisi dapat dilakukan dengan “mengembalikan” kata-kata yang “dihilangkan” itu. Dengan demikian, maksud yang ingin disampaikan penyair menjadi lebih mudah ditangkap. Cara ini disebut dengan parafrase.
Berdasarkan bentuknya, parafrase dibedakan menjadi dua model. Pertama, parafrase yang masih memperlihatkan puisi aslinya. Pada parafrase jenis ini kata-kata tambahan dituliskan dalam tanda kurung.
Kedua, parafrase yang sudah tidak memperlihatkan bentuk asli puisinya. Pada parafrase model ini tanda baca kurung tidak dipergunakan. Wujud parafrase ini benar-benar serupa dengan prosa.
Gar jelas, bacalah puisi yang dikutip dari kumpulan puisi Kaki Langit Sastra Pelajar berikut dan bandingkan dua model parafrasenya.

Bocah Terpaku

Apakah kau tahu bocah-bocah terpaku pada hampa
Mama! Bapakku di mana
Dan janda muda dibelai kasih tersisa
Anakku! bapakmu airmata

(karya Irfan Maulana)


Parafrase Model 1:

Bocah Terpaku

Apakah kau tahu (kesedihan) bocah-bocah yang hatinya terpaku pada (harapan dan hati yang) hampa
(tatkala ia bertanya kepada ibunya: ) Mama! Bapakku di mana
Dan (ibunya,) janda muda (yang) dibelai kasih tersisa
(menjawab) Anakku! (pertanyaanmu tentang) bapakmu (hanya akan menimbulkan kesedihan dan) airmata

Parafrase Model 2:
Bocah Terpaku
Apakah kau tahu akan sedihnya perasaan bocah-bocah yang hatinya tatkala ia bertanya kepada ibunya,” Mama, Bapakku di mana?”. Dan ibunya, janda muda yang telah ditinggal suaminya itu, hanya bisa menjawab: “Anakku, pertanyaanmu tentang bapakmu hanya menimbulkan kesedihan dan airmata bagiku dan juga bagimu.

A. Membaca Puisi dengan Lafal dan Intonasi Sesuai dengan Isinya
Membacakan puisi dengan menarik bisa menghibur orang lain. Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat dilakukan sembarangan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Pemahaman
Pembaca puisi harus memahami benar makna puisi yang hendak dibacakan. Karena itu, ia harus memahami kata-kata dan perlambangan yang digunakan. Dengan pemahaman itu ia akan dapat memahami isi puisi yang akan dibacakannya.
Isi puisi meliputi makna dan perasaan penyair. Guna memahami keduanya, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat digunakan sebagai panduan.
a.Hal apakah yang dibicarakan penyair pada puisinya itu?
b.Sebagai siapakah penyair berbicara pada puisi itu?
c.Kepada siapakah penyair berbicara pada puisi itu?
d.Dalam perasaan sedih, jengkel, marah, pasrah, gembira, cemburu, rindu, kecewa, sombong, atau bingungkah penyair berbicara pada puisi itu?
e.Di manakah kira-kira penyair berbicara pada puisi itu?
f.Pesan apakah yang ingin disampaikan penyair melalui puisi itu?

2. Intonasi
Intonasi terdiri atas jeda, tekanan (dinamik), dan tempo (cepat-lambat pengucapan). Jeda atau perhentian pengucapan sangat menentukan makna yang dimaksud. Peletakan jeda yang berbeda memungkinkan terjadinya perbedaan makna.
Contoh:

a.Adik Ibu Rini Astuti / sakit (Yang sakit adalah Ibu Rini Astuti)
b.Adik Ibu/ Rini Astuti/ sakit (yang sakit adik ibu. Adik ibu itu bernama Rini Astuti)
c.Adik Ibu Rini / Astuti / sakit (yang sakit adalah adik dari Ibu Rini. Ia bernama Astuti)
Tekanan menunjukkan bagian yang dipentingkan. Sedangkan cepat-lambat menunjukkan perasaan yang ingin diungkapkan. Dalam praktiknya, tekanan dan cepat-lambat terjalin erat. Bagian yang dipentingklan atau yang memperoleh tekanan biasanya diucapkan lebih lambat, sedangkan bagian yang tidak memperoleh tekanan, biasanya diucapkan lebih cepat.
Agar lebih jelas, ucapkanlah baris berikut. Berikanlah tekanan pada kata yang bercetak tebal dan rasakan perbedaan cepat-lambat pengucapannya.
Dialah guru bagi bangsa kami
Dialah guru bagi bangsa kami
Dialah guru bagi bangsa kami

3. Lafal
Yang dimaksud dengan lafal adalah ketepatan pengucapan . Pembaca puisi yang baik harus terampil membedakan kata-kata yang bunyi hampir sama, misalnya kata toko dengan tokoh, tahu – tahu (mengerti), baku dengan bakau, dan sebagainya. Untuk itu, ia harus melatih kelenturan alat ucapnya.

4. Ekspresi Mimik dan Gerak
Membaca puisi dengan menarik harus disertai dengan mimik atau ekspresi wajah dan gerak yang sesuai. Selain lebih menarik dilihat, mimik dan gerak yang sesuai akan menjadikan puisi yang dibacakan lebih mudah dipahami pendengar.

5. Volume
Yang dimaksud dengan volume adalah kerasnya suara. Pembaca puisi yang baik harus berusaha agar suaranya cukup mudah ditangkap pendengarnya. Betapa pun baiknya pembacaan, tentu sia-sia apabila tidak secara jelas ditangkap oleh telinga pendengar. Karena itu, kerasnya suara perlu diperhatikan, terutama jika pembacaan puisi tidak dibantu dengan alat pengeras suara.

Soal Latihan Semester dari Bab 7 Kelas 1
Pilihlah jawaban yang benar dengan memberi tanda silang pada pilihan (a), (b), (c), (d), atau (e)!
1.Tanda jeda diletakkan secara tepat pada ….
a. Akulah/ tempaan batu bulan/
Yang jatuh/ di malam kelam//
b. Akulah tempaan batu /bulan
Yang jatuh/ di malam kelam//
c. Akulah / tempaan batu bulan/
Yang jatuh di malam kelam//
d. Akulah tempaan / batu bulan//
Yang jatuh di malam kelam//
e. Akulah tempaan batu bulan//
Yang jatuh/ di malam kelam//

2.Purnama
Bulan mengembara pada telaga
Dunia miliknya
Semalam Cuma
Bulan di sana cahaya di sini
Semalam Cuma
(karya Dodi Gunawan)

Nilai yang diungkapkan dalam puisi di atas adalah ….
a.Nilai budaya
b.Nilai keagamaan
c.Nilai sosial
d.Nilai moral
e.Nilai pengetahuan

3.Kalimat berikut tergolong kalimat efektif, kecuali …
a.Atas perhatiannya diucapkan terima kasih
b.Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih
c.Atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih
d.Atas perhatian Ibu, kami ucapkan banyak terima kasih
e.Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terima kasih
4.Penulisan bagian surat dinas yang benar adalah ….
a.Semarang, 3 Maret 2006
b.5 Januari 2007.
c.Yth. Bapak Kapolres Sukabumi
di Sukabumi
d.Dengan hormat,
e.Hormat kami.
5.Kalimat surat yang menggunakan kata secara tepat adalah ….
a.Dengan ini kami meminta kesediaan Bapak untuk berkenan hadir pada rapat pengurus pada …
b.Dengan ini kami mengharap kehadiran Bapak untuk datang pada rapat pengurus pada …
c.Denga ini kami memohon kehadiran Bapak untuk dapat hadir pada rapat pengurus pada
d.Dengan ini kami mengharap kehadiran Bapak untuk hadir pada rapat pengurus pada …
e.Dengan ini kami mengundang kehadiran Bapak untuk datang pada rapat pengurus pada …
6.Konjungtor antarkalimat digunakan secara tepat pada ….
a.Pembacaan puisinya sangat menyentuh hati sehingga banyak penonton yang menitikkan air mata
b.Pembacaan puisinya sangat menyentuh hati.Sehingga, banyak penonton yang menitikkan air mata
c.Pembacaan puisinya sangat menyentuh hati. Maka, sehingga banyak penonton yang menitikkan air mata
d.Pembacaan puisinya sangat menyentuh hati karena itu, banyak penonton yang menitikkan air mata
e.Pembacaan puisinya sangat menyentuh hati. Karen itu, banyak penonton yang menitikkan air mata

Esai:
1.Kepala sekolahmu mengundang para orang tua / wali murid kelas 12 untuk menghadiri acara Perpisahan Siswa Kelas 12. Buatlah surat undangan untuk keperluan tersebut!

D. Sastra Melayu Klasik

Karya satra Melayu klasik? Apa pula itu? Karya sastra Melayu klasik merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut segala karya sastra berbahasa Melayu yang dibuat sebelum tahun 1920. Karya sastra berbahasa Melayu yang dibuat sesudah tahun 1920 disebut karya sastra Indonesia. Pasalnya, tahun 1920 (awal Angkatan Balai Pustaka) merupakan awal lahirnya sastra Indonesia. Kamu tentu tahu, pada persitiwa Sumpah Pemuda 1928 bahasa Melayu telah diangkat sebagai bahasa nasional Indonesia.
Bentuk karya sastra Melayu klasik ada berbagai macam. Yang berbentuk puisi terdiri atas mantra, syair, pantun, pepatah, ibarat, dan sebagainya. Sedangkan yang berupa prosa terbagi atas beberapa jenis, antara lain:
1.Hikayat atau cerita tentang tokoh terkenal, biasanya raja atau keluarga raja.
2.Legenda atau kisah tentang asal usul suatu tempat
3.Mite atau kisah tentang dewa-dewa atau mahluk gaib
4.Sage atau kisah tentang kepahlawanan seseorang
5.Fabel atau kisah yang tokohnya binatang
6.Parabel atau ajaran agama yang disajikan dalam bentuk kisah sebagai perumpamaan
7.Epos atau cerita besar tentang kepahlawanan
8.Cerita jenaka atau kisah yang berisi kelucuan
9.Sejarah atau kisah yang berkait dengan sejarah. Berbeda dengan ilmu sejarah, kisah sejarah pada satra Melayu klasik dibumbui dengan hal-hal fantastis sehingga tidak masuk akal dan belum tentu terbukti kebenarannya.

SURAT MENYURAT DAN PROPOSAL

SURAT MENYURAT DAN PROPOSAL

Berdasarkan sifatnya, surat dibedakan atas dua jenis, yaitu surat dinas/resmi dan surat pribadi/tidak resmi. Surat dinas dibuat oleh instansi atau lembaga dan menggunakan bahasa serta format surat yang baku. Adapun surat pribadi dibuat oleh perseoragan, berisi masalah pribadi. Bahasa dan format yang digunakan tidak harus baku.
Berdasarkan isinya, surat resmi dibedakan berbagai macam, antara lain surat perjanjian, surat kuasa, pengumuman, memo, proposal, surat niaga, dan sebagainya.
1.Surat Perjanjian
Surat perjanjian biasanya dibuat dalam urusan jual-beli atau sewa-menyewa. Surat perjanjian jual-beli atau sewa-menyewa setidaknya memuat judul surat, identitas kedua pihak (nama, alamat, pekerjaan), pernyataan melakukan perjanjian atau kesepakatan, isi kesepakatan, tempat dan tanggal pembuatan, nama dan alamat saksi-saksi, tanda tangan pihak-pihak yang bersepakat dan para saksi.
2.Surat Kuasa
Surat kuasa harus memuat judul surat (“SURAT KUASA”), iodentitas pemberi dan penerima kuasa, hal yang dikuasakan, tempat dan tanggal surat, tanda tangan pemberi kuasa.
3.Memo
Memo adalah surat yang digunakan intrainstansi. Biasanya dibuat dari atasan untuk bawahan antau antara pejabat satu dengan pejabat lain yang setingkat. Unsur memo adalah judul (“MEMO”), Dari, Untuk, isi memo (ditulis tanpa basa-basi, langsung mengarah ke isi), paraf pemberi memo.
4.Surat Lamaran Kerja
Surat lamaran kerja dibuat oleh seseorang saat ingin melamar suatu pekerjaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan surat lamaran kerja adalah (a) dibuat dengan format resmi, (b) ditulis dengan rapi, (c) menunjukkan identitas pelamar (nama, pendidikan, alamat), (d) disertai lampiran yang diperlukan.
5.Proposal
Proposal dibuat untuk memperoleh bantuan atau pun izin bagi terselenggaranya suatu acara. Isi proposal meliputi nama kegiatan, latar belakang, tujuan, bentuk kegiatan, pelaksana, jadwal pelaksanaan, keuangan/pendanaan, penutup, tanda tangan ketua/penanggung jawab kegiatan.
proposal, yaitu rencana kegiatan yang disusun secara sistematis untuk diusulkan pelaksanaannya. Usulan tersebut disampaikan kepada pihak tertentu untuk mendapatkan izin pelaksanaan atau bantuan. Karenanya, proposal perlu ditulis secara baik dan lengkap.
Proposal yang lengkap mengandung komponen sebagai berikut:
1.judul kegiatan
2.nama kegiatan
3.dasar pemikiran diadakannya kegiatan
4.bentuk kegiatan
5.tujuan kegiatan
6.waktu dan jadwal pelaksanaan kegiatan
7.panitia penyelenggara
8.besarnya biaya dan sumber dana
9.penutup.
Jika kamu menyusun proposal, perhatikanlah hal-hal berikut:
1.Unsur-unsur proposal harus ditulis secara runtut dan lengkap.
2.Uraian tiap-tiap unsur hendaknya singkat, padat, dan jelas.
3.Hindarilah penggunaan bahasa konotatif yang "berbunga-bunga".
4.Proposal harus ditulis secara rapi.

Perhatikan contoh proposal di bawah ini!

===============================================================

Proposal
Pentas Teater Sekolah SMA Negeri 45 Semarang
Tahun 2006


I. Nama Kegiatan
Kegiatan yang akan kami selenggarakan ini, kami beri nama “Pentas Teater Sekolah SMA Negeri 45 Semarang Tahun 2006”.

II. Dasar Pemikiran
Pementasan teater sekolah merupakan kegiatan yang dapat menggalakkan kreativitas dan solidaritas siswa. Melalui kegiatan ini, siswa dilatih untuk berkreasi dan bekerjasama.
Secara tidak langsung, kegiatan ini diharapkan pula dapat meningkatkan kepedulian siswa pada situasi zaman, mengiventarisasi persoalan, dan mencari jalan pemecahan secara arif dan tepat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, pengurus OSIS SMA Negeri 45 Semarang berniat menyelenggarakan pementasan teater sekolah.

III. Bentuk Kegiatan
Kegiatan yang akan kami laksanakan berupa pementasan drama panggung berjudul "Jaka Tarub" karya Akhudiat.oleh kelompok teater Patma Jaya.

IV. Tujuan Kegiatan
Pementasan teater sekolah ini bertujuan sebagai berikut:
1. Menggalakkan kreativitas siswa di bidang teater.
2. Mengoptimalkan keseriusan siswa dalam berlatih teater.
3. Menampung dan mengembangkan potensi siswa yang berbakat di bidang teater.
4. Menyediakan wahana apresiasi drama di kalangan pelajar, khususnya siswa-siswi SMA Negeri 45 Semarang.

V. Waktu, Tempat Pelaksanaan Pementasan
Hari, tangal : Sabtu dan Minggu, tanggal 16 dan 17 September 2006
Pukul : 19.30 - 22 .0 WIB.
Tempat : Aula Besar SMA Negeri 45 Semarang

VI. Pelaksana
Pembimbing : Drs. S. Prasetyo Utomo
Ketua : Suyitno Bahari
Sekretaris : Nina Nabila Pangesthika
Bendahara : Isnania Puspitaningtyas
Koordinator Pementasn : Stagi Zainal Mustafa
Koordinator Publikasi : Iqbal Hanuwara
Koordinator Properti : Baiti Nur Sadewa
Sie Dana : Juwita Hartaningrum
Sie Dokumentasi : Dony Kamerawan

VII. Anggaran Biaya
Rencana pengeluaran:
1. Kesekretariatan Rp 300.000,00
2. Konsumsi Rp 750.000,00
3. Dokumentasi Rp 150.000,00
4. Perlengkapan Rp 200.000,00
5. Lain-lain Rp 100.000,00
_____________ +
Jumlah Rp 1.500.000,00

Rencana Pemasukan:
1. Dana Tetap OSIS Rp 400.000,00
2. Sumbangan sponsor Rp 1.000.000,00
3. Lain-lain Rp 100.000,00
_____________ +
Jumlah Rp 1.500.000,00

VIII. Penutup
Demikian usulan kegiatan “Pementasan Teater Sekolah SMA Negeri 45 Semarang Tahun 2006”. Bantuan dan dukungan dari semua pihak sangat kami harapkan demi kelancaran penyelenggaraan kegiatan tersebut. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan, kami mengucapkan terima kasih.

Semarang, 20 Agustus 2006

Mengetahui, Hormat kami,
Ketua OSIS Ketua Panitia,
SMAN 45 Semarang,




Zulfikar Marahimin Suyitno Bahari

6. Surat Permohonan
Berdasarkan isinya, ada berbagai jenis surat resmi, antara lain surat undangan, pengumuman, permohonan, ucapan terima kasih, permohonan maaf, permohonan izin, kuasa, dan lain-lain.
Dalam penulisan surat perohonan resmi, ada banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain: 1. Ditulis dengan memperhatikan ejaan yang disempurnakan (EYD).
2. Alamat surat tidak perlu diawali dengan Kepada.
1.Dalam tanggal surat, nama bulan tidak boleh menggunakan angka atau disingkat. Tahun harus ditulis lengkap dan tidak diakhiri tanda titik (.)
2.Alamat surat tidak perlu diawali Saudara, Saudari, Bapak, atau Ibu jika diikuti jabatan.
3.Nomor, lampiran, dan hal surat tidak boleh diakhiri tanda titik (.).
4.Kata sapaan Saudara, Saudari, Bapak, atau Ibu boleh digunakan jika diikuti nama orang.
5.Salam, jika ada, harus diakhiri tanda koma (,) sebab salam bukanlah kalimat.
6.Salam penutup tidak diperlukan dalam surat resmi, karena sudah terwakili dalam penyebutan Yth. dan salam pembuka. Adanya salam penutup merupakan pemborosan kata.
7.Nama penandatangan surat tidak boleh ditulis dengan huruf kapital semua, diberi tanda kurung (-), atau digarisbawahi.
8.Pernyataan Dengan ini, digunakan untuk mengawali penyampaian informasi, sedangkan Bersama ini, digunakan untuk mengawali penyampaian lampiran.
Agar jelas, perhatikan contoh surat permohonan di bawah ini!

DINAS PENDIDIKAN KOTA SEMARANG
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2
ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH
Jalan Kapitan Patimura 22, Ambon 54657, Telepon (0911) 8503342

Nomor : 34/KS/XI/2005 23 April 2006
Lampiran: -
Hal : Permohonan

Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon
Jalan Kristina Martha Tiahahu 12 Ambon

Dengan hormat,

Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, OSIS SMP Negeri 2 Ambon bermaksud mengadakan kegiatan Loma Baca Puisi Pahlawan. Berkenaan dengan hal tersebut, dengan ini kami mohon Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon untuk berkenan membuka kegiatan tersebut pada hari Selasa ,1 Mei 2006 di Aula SMP Negeri 2 Ambon, Jalan Kapitan Patimura 22 Ambon.

TATA KALIMAT

TATA KALIMAT

A. Fungsi Kalimat
Fungsi kalimat terdiri atas subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap.
Cara praktis menentukan fungsi kalimat:
1. Subjek
Subjek adalah pokok kalimat. Fungsi ini dapat dicari dengan pertanyaan “Siapa/Apa yang dibicarakan oleh kalimat ini?” Subjek selalu berjenis kata benda atau frasa benda, sebab definisi subjek adalah hal/sesuatu yang dibicarakan oleh kalimat.
2. Predikat
Predikat adalah keterangan langsung terhadap subjek. Predikat dapat dicari dengan pertanyaan “Ada apa dengan subjek? Apa yang dilakukan subjek? Apa sifat subjek? Bagaimana keadaan subjek?”
3. Objek
Objek adalah bagian kalimat yang dapat diubah menjadi subjek dengan cara dipasifkan atau diaktifkan. Objek dapat dicari dengan memasifkan atau mengaktifkan kalimat. Bagian yang berubah menjadi subjek adalah objeknya.
4. Keterangan
Keterangan adalah bagian yang bersifat menjelaskan. Cirinya, dapat dipindah dengan melompati subjek dan predikat, tanpa mengubah arti kalimat.
5. Pelengkap
Pelengkap menyerupai objek. Cirinya, tidak dapat dipindahkan melompati S dan P dan tidak dapat diubah menjadi subjek.

B. Jenis Kalimat
1.Berdasarkan adanya S dan P
a.Kalimat lengkap (memiliki S dan P)
b.Kalimat tidak lengkap (tidak memiliki S, P, atau keduanya)
2.Berdasarkan jumlah klausanya (adanya 1 predikat dihitung sebagai 1 klausa)
a.Kalimat tunggal (hanya memiliki 1 predikat atau 1 klausa)
b.Kalimat majemuk (memiliki lebih dari 1 klausa atau lebih dari 1 predikat)
Kalimat majemuk terdiri atas kalimat majemuk setara, bertingkat, dan campuran.
3.Berdasarkan maksud atau tujuan penggunaannya
a.Kalimat berita (bertujuan untuk memberitakan sesuatu)
b.Kalimat tanya (bertujuan untuk menanyakan sesuatu)
c.Kalimat perintah (bertujuan untuk menyuruh atau mengharapkan sesuatu)

B. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang secara singkat dapat mengungkapkan maksud dengan setepat-tepatnya. Ketidakefektifan kalimat dapat disebabkan oleh beberapa hal:
1.Kalimat tidak lengkap (tidak memiliki S, P, atau keduanya)
Contoh: Kepada para undangan dimohon duduk dengan tertib.
2.Menggunakan kata secara berlebihan (pleonastis)
Contoh: Sebagian besar para orang tua mengeluhkan mahalnya biaya sekolah.
3.Menggunakan kata secara tidak tepat makna
Contoh: Ibu Hadi menyuguhi the manis untuk kedua tamunya.
4.Menimbulkan makna ganda atau ambigu
Contoh: Di sanalah garasi mobil baru kami.
5.Penulisannya tidak sesuai dengan EyD
Contoh: “Masuklah!,” kata ibuku.

C. Kalimat Langsung
Kalimat langsung sering kita temukan dalam berita atau laporan lain yang ditulis berdasarkan hasil wawancara. Penggunaan kalimat langsung itu berfungsi untuk:
a.menghindari kejenuhan pembaca.
b.menunjukkan bukti bahwa narasumber benar-benar memberikan pernyataan.
Jika kamu hendak menggunakan kalimat langsung dalam laporan hasil wawancara, perhatikan tata tulisnya. Berdasarkan tata tulisnya, ada tiga model penulisan kalimat langsung, yakni sebagai berikut (perhatikan tanda baca yang digunakan dan letaknya!)
1.“……pernyataan narasumber………..,” …kalimat perangkai …
Contoh:
“Kesuksesan perusahaan ini tidak datang begitu saja. Saya telah merintisnya sejak belasan tahun lalu,” tutur Sri Puji Astuti, Direktris PT Ansatasia.

2.Kalimat perangkai, “ …pernyataan narasumber … .”
Contoh:
Dengan mimik serius Siti Puji Astuti, Direktris PT Ansatasia, berkata,” Kesuksesan perusahaan ini tidak datang begitu saja. Saya telah merintisnya sejak belasan tahun lalu bersama adik saya, Prantaningrih,.”

3. “……penggalan pernyataan narasumber………..,” …kalimat perangkai, “ …lanjutan pernyataan narasumber … .”
Contoh:
“Kesuksesan perusahaan ini tidak datang begitu saja,” kata Siti Puji Astuti, Direktris PT Ansatasia, itu dengan mimik serius, “Saya telah merintisnya sejak belasan tahun lalu.”

A.Mengidentifikasi Jenis-jenis Klausa
Klausa adalah sekelompok kata yang menjadi bagian dari sebuah kalimat. Sedangkan kalimat adalah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau kumpulan kata disertai intonasi yang menunjukkan bahwa kesatuan itu sudah lengkap. Dalam wujud lisan, klimat diiringi oleh alunan titi nada, disela oleh jeda, dan diakhiri oleh intonasi selesai. Dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik tanda seru atau tanda tanya.
1.Jenis-jenis Klausa
A. Berdasarkan Unsur-unsurnya:
a.Klausa Bebas, yaitu klausa yang secara potensial dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
b.Klausa Terikat, yaitu klausa yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
Contoh:
Ayah berkata bahwa kakinya sakit.
Ayah berkata = klausa bebas.
bahwa kakinya sakit = klausa terikat
B. Berdasarkan Struktur
a. Klausa hubungan koordinatif, yaitu klausa yang menghasilkan kalimat majemuk setara.
Hubungan koordinatif mencakup tiga jenis makna, yakni makna penjumlahan, makna perlawanan, dan makna pemilihan.
- Makna hubungan penjumlahan ditandai dengan penggunaan konjungtor dan, lagi pula, lalu, kemudian, serta, tambahan pula.
-Makna hubungan perlawanan antara lain ditandai dengan penggunaan konjungtor tetapi, sedangkan, melainkan, padahal.
-Makna hubungan pemilihan ditandai dengan penggunaan konjungtor atau.
b.Klausa hubungan subordinatif, yaitu klausa yang menghasilkan kalimat majemuk bertingkat (Aku tidak bisa pergi karena hujan turun)
Hubungan subordinatif mencakup dua belas jenis makna, yakni hubungan yang menyatakan makna waktu, syarat, tujuan, sebab (alasan), cara, isi (penjelasan), perbandingan, pertentangan, akibat, pengecualian, penegasan, dan atributif. Sebagaimana makna hubungan koordinatif, setiap makna hubungan subordinatif juga ditandai dengan konjungtor-konjungtor tertentu.
a.Makna hubungan waktu di antaranya ditandai dengan penggunaan konjungtor sebelum, sejak, selama, ketika, selagi, (se)-waktu, seusai, begitu, sampai, hingga,.
b.Makna hubungan syarat ditandai dengan penggunaan konjungtor jika, apabila, kalau, seandainya, andaikata, seumpama.
c.Makna hubungan tujuan ditandai dengan penggunaan konjungtor agar, supaya, untuk, demi, bagi.
d.Makna hubungan sebab ditandai dengan penggunaan konjungtor sebab, karena, oleh karena.
e.Makna hubungan cara ditandai dengan penggunaan konjungtor dengan, seraya, sambil.
f.Makna hubungan isi ditandai dengan penggunaan konjungtor bahwa atau kata tanya seperti kapan, bagaimana, dengan siapa.
g.Makna hubungan perbandingan di antaranya ditandai dengan penggunaan konjungtor seperti, ibarat, bagaikan, daripada, seolah-olah, seakan-akan,laksana, alih-alih.
h.Makna hubungan pertentangan ditandai dengan penggunaan konjungtor meskipun, sungguhpun, biarpun, kendatipun, walaupun.
i.Makna hubungan akibat ditandai dengan penggunaan konjungtor sehingga, sampai-sampai, maka.
j.Makna hubungan pengecualian ditandai dengan penggunaan konjungtor kecuali, dan selain.
k.Makna hubungan penegasan ditandai dengan penggunaan konjungtor bahkan dan (malah)-an.
l.Makna hubungan atributif ditandai dengan penggunaan konjungtor yang.

Membedakan Frasa, Klausa, dan Kalimat
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi. Klausa adalah bagian dari kalimat yang harus memiliki unsur subjek dan predikat. Kalimat adalah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau kumpulan kata disertai intonasi yang menunjukkan bahwa kesatuan itu sudah lengkap.
Perhatikan contoh berikut!
-Teman kakak membeli kambing (1 klausa, 1 frase)
Teman kakak membeli kambing muda ketika aku datang ke rumahnya. ( 2 klausa, 3 frase)

Kalimat berikut yang berpola S-P-Pel adalah ….
a.Para siswa sedang mempelajari cara menulis surat
b.Aturan menulis surat dinas sudah diajarkan oleh guru kami
c.Murid-murid sedang belajar cara menulis surat
d.Guru Bahasa Indonesia kami sudah mengajarkan materi tersebut
e.Guru menjelaskan cara menulis alamat surat secara benar

19. Kerukunan hidup antarumat beragama telah menjadi pegangan hidup masyarakat kita sejak masa lampau. Penyebaran agama-agama di Indonesia tak satu pun yang dilakukan melalui pertumpahan darah. Hindu masuk dengan damai, Budha masuk pula dengan damai. Demikian juga dengan Islam dan Nasrani. Agama merupakan sendi utama kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam perkembangannya kemudian, para penganut agama itu dapat hidup rukun dan tolong-menolong.
Kalimat yang sebaiknya dihilangkan dari paragraf di atas adalah ….
a.Kerukunan hidup antarumat beragama telah pula menjadi pegangan hidup masyarakat kita sejak masa lampau
b.Penyebaran agama-agama di Indonesia tak satu pun yang dilakukan melalui pertumpahan darah
c.Hindu masuk dengan damai, Budha masuk pula dengan damai
d.Agama merupakan sendi utama kehidupan masyarakat Indonesia
e. alam perkembangannya kemudian, para penganut agama itu dapat hidup rukun dan tolong-menolong.

20. Dalam surat edaran itu menyatakan bahwa kepada para siswa yang memiliki sejumlah piagam-piagam penghargaan diminta berkumpul di aula pada pukul 13.00.
Penyuntingan yang tepat sehingga kalimat di atas menjadi benar adalah ….
a.Dalam surat edaran itu dinyatakan bahwa kepada para siswa yang memiliki piagam penghargaan diminta berkumpul di aula pada pukul 13.00.
b.Dalam surat edaran itu menyatakan bahwa siswa yang memiliki sejumlah piagam-piagam penghargaan diminta berkumpul di aula pada pukul 13.00.
c.Dalam surat edaran itu dinyatakan bahwa kepada siswa yang memiliki piagam penghargaan diminta berkumpul di aula pada pukul 13.00.
d.Surat edaran itu menyatakan bahwa siswa yang memiliki sejumlah piagam-piagam penghargaan diminta berkumpul di aula pada pukul 13.00
e.Surat edaran itu menyatakan bahwa siswa yang memiliki piagam penghargaan diminta berkumpul di aula pada pukul 13.00

Kalimat yang ditulis dengan menggunakan ejaan yang benar adalah ….
a.Ketika meliput kegiatan tersebut, kami bertemu dengan Jenderal Besar itu
b.Sebagai Bupati, Rustriningsih berhasil menunjukkan kinerja yang baik
c.Kepada Paman Handoko, saya sampaikan bungkusan yang dititipkan ayah
d.Kami membeli kerang, ikan bakar dan cumi-cumi goreng di Pantai indah itu
e.Walaupun sibuk Presiden RI masih menyempatkan diri membaca buku

Penggunaan tanda koma pada kalimat ini benar, kecuali ….
a.Dalam upacara itu hadir para menteri, gubernur, wakil presiden, Ibu, dan Bapak Presiden
b.Bersama adik, kakak, dan Paman Andi, aku pergi ke rumah kakek sore itu
c.Upaya pencarian sudah dilakukan tim SAR, tetapi korban belum ditemukan
d.Oleh sebab itu, upaya pencarian akan dilanjutkan seminggu mendatang
e.Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, dikebumikan di kota Blitar, Jawa Timur

TATA KATA

TATA KATA

A. Jenis Kata
Dalam buku Tata bahasa Baku Bahasa Indonesia, kata dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu nomina (kata benda), verba (kata kerja), adjektiva (kata sifat), adverbia (kata keterangan), dan kata tugas (terdiri atas kata depan dan kata sambung/hubung)
Ciri Nomina:
1.menyatakan suatu benda atau sesuatu yang dibendakan
2.dapat berkedudukan sebagai subjek atau objek
3.dapat diakhiri oleh kata ini, iu, tersebut
4.dapat diperluas dengan yang+adjektiva
Contoh: meja, mainan, pembunuhan, perjuangan, perluasan, perjalanan, terdakwa, kesatuan, kepandaian, ketidakadilan, surat-menyurat, mobil-mobilan.
Ciri Verba:
1.dapat menyatakan makna kerja atau perbuatan
2.dapat berkedudukan sebagai predikat
3.dapat diawali oleh kata sedang, akan, sudah
4.dapat diperluas dengan dengan+se-reduplikasi adjektiva-nya (misal: berteriak dengan sekeras-kerasnya, menulis dengan serapi-rapinya
Contoh: mandi, makan, mati, berkata, berpikir, berjalan, menyanyi, mengarang, menganugerahkan, kehujanan, kelihatan, terdengar, terjatuh, terkontaminasi.
Ciri Adjektiva:
1.dapat diawali imbuhan ter-, agak, cukup, sangat, paling
2.dapat diikuti kata sekali yang berarti ‘paling’
Contoh: sakit, jauh, kering, ketakutan, merah, kuning, kehijau-hijauan.
Ciri Adverbia:
1.menjelaskan kalimat atau bagian kalimat yang lain
2.tidak berkedudukan sebagai subjek, predikat, maupun objek

Ciri Kata Tugas:
1.Tidak memiliki makna leksikal
2.Terbagi atas kata depan atau preposisi dan kata sambung atau konjungsi

B. Imbuhan
Jenis Imbuhan
Imbuhan atau afiks dapat diberdakan menjadi 3:
1.Prefiks atau awalan (ber-, ter-, se-, meng-, di-, ke-, pe-, per-)
2.Infiks atau sisipan (-in-)
3.Sufiks atau akhiran (-an, -i, -kan, -nya)
4.Konfiks atau simulfiks (pe-an, ke-an).

Memaknakan Imbuhan
Makna imbuhan sangat beragam, bergantung pada kalimatnya.
Contoh:
a.Penimbangan yang kamu lakukan harus diulang (proses menimbang)
b.Adik di diajak ibu ke penimbangan balita (tempat menimbang)
Untuk menentukan makna imbuhan dengan mudah, dapat dilakukan dengan cara berikut:
1.Gantilah imbuhan yang ditanyakan dengan tanda titik-titik.
2.Isilah titik-titik tersebut dengan kata yang sesuai dengan makna kalimat asal.
3.Dalam pengisian, bentuk dasar kadang-kadang perlu ditambahio imbuhan.
Contoh:
Apa makna imbuhan me-kan pada “Upaya meninggikan tanggul sudah dikerjakan.
Langkah 1: Upaya …tinggi tanggul sudah dikerjakan.
Langkah 2: Upaya membuat tanggul jadi tinggi sudah dikerjakan.
Jadi makna me-kan pada kalimat di atas: membuat jadi …

C. Reduplikasi atau Kata Ulang
Reduplikasi atau kata ulang adalah kata yang memiliki bentuk dasar yang diulang. Jadi yang diulang adalah bentuk dasarnya (kata yang menjadi dasar bagi proses pembentukan berikutnya), bukan kata dasarnya. Penentuan bentuk dasar didasarkan pada makna.
Contoh:
a. Ia menusuk-nusukkan pisau ke pohon pisang
Makna perulangannya: berkali-kali menusukkan
Jadi, bentuk dasarnya : menusukkan
Karena itu, menusuk-nusukkan tergolong reduplikasi / kata ulang sebagian
b. Kami bersalam-salaman
Makna perulangannya: saling bersalaman
Jadi, bentuk dasarnya : bersalaman
Karena itu, bersalam-salaman tergolong reduplikasi/kata ulang sebagian.

Prinsip Reduplikasi
1. Memiliki bentuk dasar yang diulang
2. Tidak mengubah jenis kata.
Artinya, dari bentuk dasar nomina harus tetap menjadi nomina, dari verba tetap menjadi verba, dan sebagainya
4.Bnetuk dasar merupakan kata yang memiliki makna yang lazim.

Makna Reduplikasi
Makna repulikasi bergantung pada konteks kalimatnya. Adapun kemungkinan maknanya antara lain:
1.banyak (mobil-mobil, siswa-siswa, kursi-kursi, tetamu)
2.sangat/kualitatif (cepat-cepat, tinggi-tinggi)
3.superlatif/paling (secepat-cepatnya, setinggi-tingginya)
4.berulang-ulang atau frekuentatif (tersenyum-senyum, melempar-lemparkan)
5.agak (kemerah-merahan, kehijau-hijauan)
6.menyerupai (keibu-ibuan, kekakan-kanakan)
7.saling/resiprokal (pandang-memandang, bersalam-salaman)
8.bermacam-macam (sayur-mayur, buah-buahan)

Jenis Reduplikasi
1. Reduplikasi Utuh, yaitu pengulangan bentuk dasar yang sama persis (makan-makan, pagi-pagi, jauh-jauh)
2. Reduplikasi Sebagian, yaitu pengulangan atas sebagian bentuk dasar (bersama-sama, tersenyum-senyum, masak-memasak)
3. Reduplikasi Berimbuhan, yaitu pengulangan bentuk dasar yang selanjutnya dilekati imbuhan (mobil-mobilan, secepat-cepatnya, kemerah-merahan)
4. Reduplikasi Berubah Bunyi atau Bervariasi Fonem, yaitu pengulangan bentuk dasar dengan mengalami perubahan bunyi. Jenis ini dibedakan lagi atas:
a. Berubah konsonan (sayur-mayur, beras-petas, lauk-pauk)
b. Berubah vokal (lika-liku, liak-liuk)
5. Reduplikasi Suku Depan atau Dwipurwa, yaitu pengulangan atas suku pertama bentuk dasar. Pengulangan jenis ini selalu disertai dengan perubahan bunyi vokal suku pertama menjadi /e/ (sesama, tetamu, rerumputan)
6. Reduplikasi Semu, yaitu kata dasar yang bentuknya menyerupai redupikasi (lumba-lumba, kura-kura, laba-laba)

Keterangan
Yang dimaksud bentuk dasar adalah kata yang menjadi dasar bagi pembentukan berikutnya. Bentuk dasar dapat diketahui dengan cara pemaknaan.
Contoh:
melempar-lemparkan = melemparkan berulang-ulang.
Jadi, bentuk dasarnya adalah melemparkan, bukan lempar atau melempar.

Aturan Penulisan Reduplikasi
1.Kata ulang ditulis dengan tanda hubung
2.Pengulangan kata majemuk atau frase ditulis lengkap
Contoh: rumah sakit-rumah sakit, kereta api-kereta api, kepala sekolh-kepala sekolah
3.Kedua kata pada pengulangan utuh diawali huruf besar, sedangkan jika merupakan pengulangan berimbuhannya maka huruf kapital hanya digunakan pada kata pertama.
Contoh:
a.Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2007; Menyelamatkan Anak-Anak Jalanan
b.Pelik-Pelik Perundang-undangan pada Masa Revolusi

UJI KEMAHIRAN BAHASA INDONESIA

UJI KEMAHIRAN BAHASA INDONESIA

Program Jakarta Jakarta Metro TV melakukan liputan Uji Kemahiran Bahasa Indonesia (UKBI) di Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional. Liputan ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang keberadaan UKBI.
Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) adalah uji kemahiran (proficiency test) untuk mengukur kemahiran berbahasa seseorang dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik penutur Indonesia maupun penutur asing. UKBI meliputi lima seksi, yaitu Seksi I (Mendengarkan), Seksi II (Merespons Kaidah), Seksi III (Membaca), Seksi IV (Menulis), dan Seksi V (Berbicara).
Pada liputan tersebut salah seorang reporter Metro TV, Dyah Ayu Kusumoningtyas, mengikuti tes UKBI bersama dengan peserta lain yaitu Jan Hendrik Burweg dari Universitat Hamburg, Jerman. Sebagai peserta tes UKBI mereka melakukan beberapa prosedur, yaitu (1) proses pendaftaran dengan mengisi formulir yang telah disediakan, (2) proses pengujian meliputi simulasi UKBI dan tes UKBI, dan (3) penerimaan sertifikat hasil tes UKBI.
UKBI dirintis melalui berbagai peristiwa kebahasaan yang diprakarsai Pusat Bahasa. Gagasan awal tentang perlunya sarana tes bahasa Indonesia yang standar terungkap dalam Kongres Bahasa Indonesia IV pada tahun 1983 dan Kongres Bahasa Indonesia V pada tahun 1988. Sehubungan dengan itu, Pusat Bahasa mulai menyusun dan membakukan sebuah instrumen evaluasi bahasa Indonesia. Pada awal tahun 1990-an, instrumen evaluasi itu diwujudkan, kemudian dinamai Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI).
Sejak saat itu UKBI dikembangkan untuk menjadi tes standar yang dirancang guna mengevaluasi kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia, baik tulis maupun lisan. Dengan UKBI seseorang dapat mengetahui mutu kemahirannya dalam berbahasa Indonesia tanpa mempertimbangkan di mana dan berapa lama ia telah belajar bahasa Indonesia. Sebagai tes bahasa untuk umum, UKBI terbuka bagi setiap penutur bahasa Indonesia, terutama yang berpendidikan, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing. Dengan UKBI, instansi pemerintah dan swasta dapat mengetahui mutu karyawan atau calon karyawannya dalam berbahasa Indonesia.
Demikian pula, perguruan tinggi dapat memanfaatkan UKBI dalam seleksi penerimaan mahasiswa. Melalui Surat Keputusan Mendiknas Nomor 152/U/2003 tanggal 28 Oktober 2003, Menteri Pendidikan Nasional telah mengukuhkan UKBI sebagai sarana untuk menentukan kemahiran berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat. UKBI telah memperoleh Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 023993 dan 023994 dari Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia pada tanggal 8 Januari 2004. Sampai tahun 2010 sudah 13.000-an peserta mengikuti tes UKBI.
Pada masa yang akan datang uji kemahiran ini akan digunakan sebagai instrumen penerimaan pegawai dan syarat bagi orang asing yang ingin belajar dan bekerja di Indonesia, seperti halnya TOEFL dalam bahasa Inggris.